Kamis 19 Aug 2021 14:53 WIB

Inovasi Teknologi Dibutuhkan untuk Wujudkan Tangguh Bencana

Paradigma penanggulangan bencana telah mengalami perubahan secara global

Red: Budi Raharjo
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza.
Foto: .
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi risiko tinggi terhadap bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, dan bencana kegagalan teknologi. Untuk mengurangi kerentanan dan potensi risiko ini diperlukan berbagai upaya peningkatan kapasitas melalui program penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan teknologi pada bidang kebencanaan.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan pada 2020 telah terjadi 4.650 bencana alam yang didominasi oleh bencana alam hidrometeorologi. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan pihaknya tak pernah lelah berinovasi dan mengawal penerapan teknologi kebencanaan di Tanah Air. "Salah satunya dengan menggiatkan ekosistem inovasi di bidang ini bersama dengan stakeholders lainnya," ujar dia.

BPPT menggelar webinar bertema Kebijakan & Strategi Riset, dan Inovasi Teknologi Kebencanaan, Kamis (19/8). Hammam berujar peningkatan frekuensi bencana di Indonesia mengakibatkan kerugian berupa perlambatan ekonomi, sedangkan pemerintah di masa pandemi ini memiliki program besar untuk melakukan pemulihan ekonomi di semua sektor. "Oleh karenanya kita bersama harus berusaha untuk memprediksi bencana bahkan meminimalisir dampaknya," katanya.

Menurut catatan Kementerian Keuangan, kerugian ekonomi akibat bencana rata-rata mencapai Rp 22,8 triliun per tahun. Hammam menilai kerugian itu dapat diminimalisir, karena bencana yang terjadi kerap berulang tiap tahunnya dalam suatu periode tertentu.