REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial tengah mematangkan skema perlindungan bagi anak yang mengalami keterpisahan dengan orang tuanya karena pandemi Covid-19. Anak bisa terpisah karena harus jalani isolasi mandiri atau karena orang tua meninggal dunia.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan, negara perlu mengalokasikan anggaran untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak tersebut, termasuk anak yatim. Kemensos tengah membicarakan kemungkinan adanya alokasi anggaran untuk keperluan itu dengan Kementerian Keuangan.
"Saya sudah berbicara dengan ibu Menkeu agar bisa didukung dari anggaran. Bantuan untuk anak-anak tersebut menjadi kewajiban negara. Sebagaimana amanat konstitusi pada Pasal 34 UUD 1945, bahwa fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara," kata Risma dalam keterangannya, Kamis (19/8).
Saat ini Kemensos sedang mematangkan skema bantuan tersebut dengan Kementerian Keuangan dan Bappenas. Karena tidak mudah memutuskan skema bantuan yang tepat disebabkan kondisi yang sangat beragam. "Sekarang ini sedang dimatangkan. Tidak mudah (menyusun skema bantuan), karena Indonesia ini luas dan karakteristik daerahnya macam-macam. Kalau aku kemarin di Surabaya tidak begitu luas, jadi mudah," kata dia.
Bantuan sosial dari negara harus tetap memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas, misalnya dengan merujuk pada data kependudukan. Untuk anak yang identitas kependudukannya tercatat dengan baik di kartu keluarga, lebih mudah diproses secara administratif. Bagi anak yang tidak tercatat membutuhkan prosedur lebih lanjut.
Berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021, ada 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim atau piatu. Selain itu, Satgas Penanganan Covid-19 juga mencatat terdapat 350.000 anak yang terpapar Covid-19. Sebanyak 777 di antaranya meninggal dunia.
Tingkat risiko anak sangat tinggi untuk terpapar Covid-19. Karena itu, pemerintah telah menetapkan kebijakan percepatan vaksinasi bagi anak-anak minimal usia 12 tahun.