REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengeklaim saat ini Badan Pengkajian bekerja sama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR sedang menyelesaikan kajian Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Bambang Soesatyo (Bamsoet) juga mengeklaim kajian ini melibatkan pakar dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu serta perguruan tinggi, lembaga negara dan kementerian negara.
Bamsoet berharap kajian PPHN beserta naskah akademiknya akan selesai awal 2022. "Badan Pengkajian MPR yang terdiri dari para anggota DPR lintas fraksi dan kelompok DPD bersama sejumlah pihak terkait terus menyusun hasil kajian PPHN dan naskah akademiknya. Jadi, keliru jika ada yang mengatakan PPHN tidak pernah dibahas di parlemen," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/8).
Ia menjelaskan pentingnya menghadirkan PPHN tidak muncul begitu saja. Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan MPR periode 2014-2019. Rekomendasi mengusulkan amendemen terbatas UUD NRI 1945 agar MPR memiliki kewenangan menetapkan pedoman pembangunan nasional ‘model GBHN’, yang disebut PPHN.
"MPR periode saat ini hanya melaksanakan rekomendasi dari MPR periode sebelumnya," tegasnya.
Ia mengeklaim, kehadiran PPHN ini juga telah mendapat dukungan dari Forum Rektor Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN), serta sejumlah kampus di Indonesia.
Bamsoet mengatakan bahwa bentuk hukum yang ideal bagi PPHN adalah melalui ketetapan MPR. Bukan melalui undang-undang yang masih dapat diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. Juga bukan diatur langsung dalam konstitusi. Menurutnya hal tersebut karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat, serta bersifat direktif, maka materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi.
Setelah kajian PPHN selesai, Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menjelaskan pimpinan MPR akan menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan partai politik, kelompok DPD dan para stakeholder lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk membangun kesepahaman kebangsaan tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang.
Ketua MPR mengeklaim amendemen UUD 1945 hanya akan fokus pada penambahan dua pasal. "Amendemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain diluar PPHN," kata Bamsoet.
Ia meminta seluruh pihak tidak kebakaran jenggot dengan rencana amendemen UUD. "Perjalanan masih panjang. Jadi, tidak usah marah-marah apalagi sampai kebakaran jenggot. Karena MPR saat ini hanya melaksanakan tugas konstitusional yang menjadi rekomendasi MPR periode sebelumnya," tegasnya.