REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko mengirimkan surat somasi ketiga kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) agar dalam waktu 5 x 24 jam menunjukkan bukti tuduhan keterlibatan mengambil keuntungan dari peredaran obat ivermectin dan ekspor beras.
"Kami berunding dengan Pak Moeldoko, ya, sudah kalau orang salah siapa tahu mau berubah. Kami berikan kesempatan sekali lagi, kesempatan terakhir kepada saudara Egi, surat teguran ketiga dan terakhir. Kami tegas katakan untuk mencabut pernyataan dan minta maaf kepada Pak Moeldoko," kata penasihat hukum Moeldoko, Otto Hasibuan di Jakarta, Jumat (20/8).
Somasi pertama Moeldoko dilayangkan pada 30 Juli 2021, kemudian somasi kedua pada 6 Agustus 2021. Dalam kedua somasi tersebut, Otto meminta peneliti ICW Egi Primayogha memberikan bukti terkait pernyataan soal Moeldoko mengambil rente dari peredaran ivermectin serta menggunakan jabatannya untuk mengekspor beras.
"Apabila tidak mencabut dan meminta maaf, saya nyatakan dengan tegas bahwa kami sebagai penasihat hukum akan melapor ke polisi," kata Otto.
Dia menyebut, Moeldoko sudah memberikan waktu yang cukup kepada ICW untuk menjawab somasi pertama dan kedua. Tetapi, dia merasa tidak puas dengan surat jawaban ICW. Otto menegaskan, tidak ada alasan untuk berlindung di balik demokrasi, tetapi mencemarkan nama orang lain.
"Jadi, kalau sampai tidak minta maaf, kami akan lapor kepada yang berwajib, ke kepolisian. Mudah-mudahan Pak Moeldoko sendiri yang akan melapor ke kepolisian," kata Otto.
Menurut Otto, Egi tidak membalas somasi Moeldoko, tetapi yang membalas somasi adalah Koordinator ICW Adnan Topan Husodo. "Di surat dia disebut sebagai Koordinator ICW saja, bukan kuasa hukum saudara Egi, padahal yang tegas yang memberikan menyampaikan siaran pers dan diskusi publik adalah Egi sendiri dan temannya, jadi perbuatan pidana itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain," ujar Otto.
Dalam surat balasan ICW tersebut, Otto menilai. ICW tidak dapat membuktikan analisis mengenai dugaan keterlibatan Moeldoko dalam peredaran ivermectin dan ekspor beras.
"Balasan mereka benar-benar melakukan fitnah dan pencemaran nama baik karena mereka mengatakan melakukan penelitian sebelum mengungkap ke media," kata Otto.