REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Integrasi litbang di kementerian/lembaga menjadi salah satu yang didorong pemerintah saat ini.
Lewat surat 22 Juli 2021, MenPAN-RB Tjahjo Kumolo meminta pejabat pembina kepegawaian di 48 kementerian/lembaga untuk memastikan pengalihan peneliti di litbang ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tuntas pada 31 Desember 2022.
Menanggapi rencana peleburan itu, Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian menawarkan dua opsi integrasi kelembagaan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangtan) ke BRIN. Dua opsi itu diyakini lebih baik dari opsi lain.
"Soft integration dan integrasi parsial. Ini hasil kajian knowledge sector innitiative," ujar Ketua Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian, Tahlim Sudaryanto, dalam diskusi bertajuk "Dampak Peleburan LPNK dan Litbang K/L ke BRIN", Kamis (19/8).
Tahlim menjelaskan, hasil kajian ini juga sudah disampaikan di berbagai forum. Bukan hanya di internal Kementan, melainkan juga di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi dan Sekretariat Negara. Kajian ini sepenuhnya hasil Forum yang diketuai Tahlim.
Pada opsi soft integration, jelas Tahlim, kelembagaan tetap melekat di kementerian, tetapi program dan anggaran dikoordinasikan BRIN. Pada opsi ini, keterkaitan riset dengan kebijakan/program kementerian masih terjaga, tidak menimbulkan gejolak dalam masa transisi.
BRIN memang tidak memiliki kekuasaan penuh dalam koordinasi apabila opsi ini dipilih. Akan tetapi, Tahlim meyakini opsi ini bisa menguatkan skema Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024.
Sedangkan pada opsi integrasi parsial, kata Tahlim, sebagian unit kerja litbang bertransformasi menjadi lembaga non-litbang, dan sebagian berintegrasi dengan BRIN. Jika opsi dipilih, Tahlim menggarisbawahi perlunya pengunduran deadline integrasi ke BRIN tidak dipatok akhir 2022.
Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, menyebut ini sebagai bentuk negara yang rakus. Azyumardi sangsi inovasi dan riset di Tanah Air dapat berjalan baik lantaran ada pretensi negara untuk menguasai lembaga penelitian.
"Saya kira ini menunjukkan apa yang disebut Taufik Abdullah sebagai negara yang rakus (greed state). Negara yang rakus itu adalah negara yang ingin menguasai segala sesuatu," ujar Azra.
Bentuk kerakusan negara terhadap lembaga riset juga terlihat dari rencana meleburkan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang iptek, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Bahkan, kata dia, BRIN juga akan meleburkan lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) di seluruh kementerian/lembaga yang berjumlah 48, serta Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) di 34 provinsi. "Ini mencerminkan kerakusan untuk berkuasa," ucapnya.