REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menilai, bantuan sosial (Bansos) yang diberikan pemerintah kepada warga miskin, masih menimbulkan masalah. Masih ditemukan beras tak layak dan daging ayam busuk yang diterima keluarga penerima manfaat (KPM).
"Hal itu sebetulnya tidak perlu terjadi bila sistem distribusi bansos sudah baik. Kalau masih ditemukan beras tak layak dan daging ayam yang busuk, maka dapat dipastikan sistem distribusinya bermasalah," ungkap Jamiluddin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/8).
Selain itu, sistem pengawasannya juga masih lemah. Kalau sistem pengawasan sudah baik, maka kualitas setiap barang yang keluar sudah pasti terdeteksi sejak dini. Karena itu, peluang beras tak layak dan daging ayam busuk seharusnya tak layak keluar bila sistem pengawasannya baik.
"Persoalan seperti itu memang sudah terjadi sejak dulu. Seolah-olah orang miskin tak layak mendapat bansos yang layak," tutur Jamiluddin.
Oleh karena itu, kata Jamiluddin, perspektif itu yang harus diubah, sebagaimana sudah dilakukan di Jakarta. Di DKI Jakarta warga mendapat beras kualitas premium.
Jadi, lanjutnya, Mensos harus lebih jelas lagi menetapkan standar kualitas bansos yang akan diberikan. Standar itu tersosialisasi dengan baik hingga petugas lapangan memiliki persepsi yang sama mengenai kualitad bansos yang akan dibagikan.
"Menteri Sosial juga perlu mengevaluasi sistem distribusi dan sistem pengawasan bansos. Kalau hal itu tidak diperbaiki, maka masalah yang sama akan terus berulang," saran Jamiluddin.
Untuk itu, sambung Jamiluddin, Mensos harus lebih banyak meluangkan waktunya untuk menangani sistem bansos yang pas untuk geografis Indonesia. Dipastikan, kata dia, ini akan lebih baik daripada lebih banyak blusukan. "Sebab, level menteri seharusnya lebih fokus menata sistem, bukan wara wiri dan marah-marah," tutup Jamiluddin.