REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Ada yang aneh dengan asteroid dekat Bumi 3200 Phaethon. Asteroid itu menjadi terang saat mendekati matahari, meskipun tidak memiliki cadangan es yang biasanya menyebabkan efek ini saat mereka menguap dan menyebarkan sinar matahari.
Komet bermuatan es yang menjadi lebih terang saat dipanaskan, itulah sebabnya Phaethon telah lama membingungkan para astronom. Sekarang sebuah studi baru menunjukkan bahwa satu unsur kimia tertentu mungkin berada di balik perilaku ini.
Joseph Masiero dari California Institute of Technology mengatakan Phaethon adalah objek aneh yang aktif saat mendekati matahari.
“Kami tahu itu adalah asteroid dan sumber dari [hujan meteor] Geminid. Tapi mengandung sedikit atau tidak ada es, jadi kami tertarik dengan kemungkinan bahwa natrium, yang relatif banyak di asteroid, bisa menjadi elemen yang mendorong aktivitas ini,” kata Masiero, dilansir dari Sciencealert, Ahad (22/8).
Phaethon membutuhkan 524 hari untuk menyelesaikan orbit penuh, selama waktu itu matahari memanaskannya hingga maksimum 1.050 Kelvin (777 derajat Celcius atau 1.430 derajat Fahrenheit). Setiap es di asteroid akan terbakar sejak lama, tetapi para peneliti menggunakan model komputer untuk menunjukkan natrium masih ada, mendesis di bawah permukaan.
Pemanasan dan desis ini mungkin tidak hanya menjelaskan kecerahan asteroid, karena natrium keluar melalui retakan dan celah di kerak, tetapi juga pelepasan bebatuan yang dapat dilihat dari Bumi saat hujan meteor Geminid setiap Desember. Tarikan gravitasi Phaethon yang lemah akan membuat puing-puing lebih mudah dibuang.
Meteor Geminid relatif rendah natrium karena cahaya yang mereka keluarkan saat terbakar di atmosfer bumi, dan sekali lagi ini dapat dijelaskan dengan pemodelan yang dilakukan oleh tim peneliti. Eksperimen kemudian dilakukan pada pecahan meteorit Allende, yang mendarat di Meksiko pada 1969 dan kemungkinan berasal dari asteroid seperti Phaethon.
Ketika dipanaskan, perilaku fragmen menegaskan natrium memang bisa berubah menjadi uap dan dilepaskan dari asteroid, pada jenis suhu yang mungkin dialami Phaethon.
“Suhu ini kebetulan berada di sekitar titik di mana natrium terlepas dari komponen batuannya. Jadi kami yang mensimulasikan efek pemanasan ini selama ‘hari’ di Phaethon-periode rotasi tiga jamnya,” kata ilmuwan planet Yang Liu, dari Jet Propulsory Laboratory (JPL) NASA.
“Saat membandingkan mineral sampel sebelum dan sesudah tes laboratorium kami, natrium hilang, sementara elemen lainnya tertinggal. Ini menunjukkan bahwa hal yang sama mungkin terjadi pada Phaethon dan tampaknya sesuai dengan hasil model kami,” ujar Yang.
Selain menawarkan beberapa wawasan menarik tentang apa yang terjadi di Phaethon, penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbedaan antara asteroid berbatu dan komet es mungkin tidak sejelas yang diperkirakan sebelumnya. Hasil pemodelan dan eksperimen di sini dapat memberikan para astronom beberapa data berguna yang berlaku untuk asteroid perihelion rendah lainnya-yang terbang dekat dengan matahari.
“Temuan terbaru kami adalah jika kondisinya tepat, natrium dapat menjelaskan sifat beberapa asteroid aktif, membuat spektrum antara asteroid dan komet menjadi lebih kompleks daripada yang kita sadari sebelumnya,” kata Masiero.