REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersemat visi utama dalam mengintegrasikan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I hingga IV, yakni demi mengamankan efisiensi logistik Indonesia. Pada tahun ini akhirnya, menjadi awal nyata dari rencana penggabungan Pelindo I hingga IV yang sudah terhembus sejak 10 hingga 15 tahun silam.
Persoalan ekosistem logistik nasional kembali disinggung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal 2020. Dalam rapat terbatasnya pada Maret 2020, Jokowi menuturkan biaya logistik Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan lima negara ASEAN lainnya.
Padahal, biaya logistik dan transportasi yang tidak reliabel membuat biaya inventori akan semakin meningkat. Jokowi menyebut, salah satu penyebabnya yakni proses birokrasi yang berbelit.
“Kementerian atau lembaga berjalan sendiri-sendiri, belum ada platform logistik dari hulu sampai ke hilir,” ungkap Jokowi.
Mau tidak mau, ekosistem logistik nasional pada akhirnya harus diperbaiki demi mencapai visi mengamankan efisiensi logistik Indonesia. Jokowi menegaskan, sistem logistik harus dibangun secara terpadu dari hulu hingga hilir serta sejak kedatangan kapal hingga masuk ke gudang.
Jokowi pun kala itu meminta adanya peta jalan logistik yang jelas dan terukur. "Dengan perubahan yang jelas dan terukur maka ekosistem logistik nasional negara kita akan menjadi lebih efisien," tutur Jokowi.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun pada 2021 memutuskan untuk mengintegrasikan Pelindo I hingga IV. Dalam Rapat Kerja antara Kementerian BUMN dan Komisi VI DPR pada Juni 2021, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebutkan integrasi dilakukan untuk mengembangkan konektivitas maritim dan standarisasi pelabuhan.
"Integrasi ini akan berdampak kepada peningkatan kinerja dan efisiensi bagi BUMN pelabuhan," kata Kartika.
Kartika mengakui, jika kondisi Pelindo masih terus terpisah akan menyulitkan Kementerian BUMN dalam merencanakan alur logistik. Terlebih, tujuan utama dalam membuat biaya logistik yang lebih efisien hingga saat ini belum tercapai.
Tak hanya itu, Kartika pun merasa jika Pelindo masih terpisah maka pemerintah juga akan sulit merencanakan investasi yang mendukung efisiensi biaya logistik nasional. "Indonesia sebagai negara maritim yang luas, harus memiliki perencanaan alur pelayaran dan barang yang lebih integratif. Kondisi empat Pelindo saat ini juga menyebabkan layanan operasional pelabuhan belum terstandar," jelas Kartika.
Nantinya, Pelindo I hingga IV setelah diintegrasikan tidak akan bekerja sendiri lagi. Keempatnya akan bersatu dan membentuk empat klaster yaitu peti kemas, nonpeti kemas, logistik dan hinterland development, serta marine, equipment, dan port services.
Tantangan menyatukan empat Pelindo
Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi menyebutkan, standarisasi akan menjadi tantangan yang harus dihadapi ketika keempat Pelindo disatukan. Dengan menggabungkan keempat Pelindo itu maka menurut Setijadi, standarisasi people, proses, dan teknologi harus dilakukan.
Setijadi menilai saat ini kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), proses operasional, dan kapabilitas teknologi berbeda antara perusahaan BUMN pelabuhan itu. “Bahkan bisa berbeda antarpelabuhan dalam masing-masing BUMN tersebut,” kata kata Setijadi kepada Republika, Ahad (22/8).
Setijadi mengungkapkan tantangan lain pun akan muncul dalam menentukan visi dan misi saat Pelindo berhasil disinergikan. Menggabungkan empat operator pelabuhan yang memiliki karakteristik dan potensi kuat dan tersebar di penjuru Indonesia bukan hal yang mudah.
"Merupakan sebuah tantangan dalam menyatukan visi dan misi masing-masing perusahaan BUMN pelabuhan itu," ujat Setijadi.