PNS dan Penyelenggara Negara Jangan Minta Sumbangan
Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk tidak meminta sumbangan baik mengatasnamakan individu maupun institusi. (Foto: Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati) | Foto: Antara/M Risyal Hidayat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk tidak meminta sumbangan baik mengatasnamakan individu maupun institusi. Hal ini terkait dengan beredarnya surat permintaan sumbangan dengan tanda tangan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan permintaan sumbangan oleh PNS dan penyelenggara negara kepada pihak manapun, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi. "Karenanya, KPK mengingatkan kepada kepala daerah maupun PNS/PN lainnya untuk tidak melakukan perbuatan meminta, memberi, atau menerima sumbangan, hadiah dan bentuk lainnya yang dapat dikategorikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," kata Ipi dalam keterangan resmi, Ahad (22/8).
Ipi mengatakan permintaan sumbangan dilarang lantaran dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana. Ipi juga mengingatkan, dalam surat edaran KPK tentang Pengendalian Gratifikasi, menegaskan agar para pimpinan Kementerian/Lembaga/Organisasi/Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD, serta pimpinan Asosiasi/Perusahaan/Korporasi, juga seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menghindari gratifikasi dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
"Pegawai negeri dan penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," kata dia.
Karena, lanjut Ipi, gratifikasi yang terkait dengan jabatan dapat dianggap pemberian suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Ancaman pidananya yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar," kata Ipi.
KPK berharap pegawai negeri dan penyelenggara negara dapat menjadi teladan bagi masyarakat dengan tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan melanggar hukum.