REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – TNI Angkatan Darat (AD) memastikan dua prajuritnya dari Kodim 1627/Rote Ndao yang melakukan penganiayaan terhadap anak berusia 13 tahun akan diproses secara hukum.
Proses investigasi akan terus dilakukan hingga kasus dugaan tindak pidana penganiayaan anak dibawah umur itu tuntas.
"Serma MSB Babinsa Ramil 1627-03/Batutua dan Serka AODK Batiminpers yang melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap PS (13), warga Kelurahan Metina, Kecamatan Lobalain, yang diduga mencuri HP milik Serka AODK, akan diproses secara hukum," ungkap Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Tatang Subarna, dalam keterangannya, Senin (23/8).
Dia menjelaskan, sesuai perintah Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Andika Perkasa, kepada para pejabat TNI AD terkait, proses investigasi dan proses hukum terhadap keduanya akan terus dilakukan. Tatang juga menegaskan, TNI AD akan terus memegang teguh komitmen kepada setiap oknum prajuritnya yang melakukan pelanggaran.
"Tidak ada kata lain selain proses hukum bagi setiap prajurit yang melanggar," kata dia seraya ikut mendorong untuk dilakukan visum terhadap korban di RS terbesar di Rote Ndao sebagai bukti tambahan. Desakan untuk dilaksanakannya proses hukum terhadap dua prajurit tersebut datang dari ICJR.
Peneliti ICJR, Iftitahsari, mengatakan, meskipun telah ada perdamaian dari kedua belah pihak, ICJR mendesak agar proses penegakan hukum terus berlanjut hingga penjatuhan sanksi pidana.
"Sebab, perbuatan tersebut telah termasuk penyiksaan yang lebih-lebih dilakukan terhadap anak yang wajib mendapatkan perlindungan dari kekerasan," kata Iftitahsari, Senin (23/8).
Dalam proses penegakan hukum kasus tersebut, ICJR juga menekankan supaya perlu ada prioritas perlindungan terhadap korban anak dan keluarganya dalam menjalani pemulihan.
Dalam pantauan ICJR, dalam dua hari berturut-turut pada Kamis-Jumat 19-20 Agustus 2021, korban anak mendapat kekerasan oleh anggota TNI tersebut. Bahkan hal tersebut dilakukan juga di hadapan orang tuanya yang tidak kuasa melawan untuk membela anaknya.
Menurut Iftitahsari, korban anak tersebut disundut rokok menyala di sekujur bagian tubuhnya, dipukul menggunakan bambu di kedua tangannya, dan mengalami kekerasan pada bagian kemaluannya.
Hingga akhirnya anak tersebut terpaksa mengaku dia yang mengambil HP karena tidak tahan dengan tindakan penyiksaan yang dilakukan terhadapnya.
Karena itulah selain mendesak untuk mengusut tuntas melalui proses penegakan hukum kasus tersebut, ICJR juga menekankan agar negara juga dapat hadir untuk memprioritaskan perlindungan terhadap korban anak dan keluarganya.
"Negara melalui lembaga terkait seperti LPSK dan KPPPA perlu memberian perhatian khusus terhadap proses pemulihan bagi korban anak dan keluarganya yang mengalami trauma terhadap kejadian penyiksaan tersebut," jelas dia.
Berdasarkan perkembangan terakhir yang dia dapatkan, telah ada perdamaian antara pihak Kodim dengan keluarga korban anak. Pihak Kodim 1627 Rote Ndao juga telah bersedia untuk menanggung seluruh proses adat dan biaya perawatan korban anak tersebut.
Selain itu, Danrem 161 Wirasakti Kupang, Brigjen TNI Legowo WR Jatmiko, menegaskan akan menindak tegas melalui proses hukum kedua prajurit TNI tersebut yang saat ini juga telah ditahan.
ICJR mengamini pernyataan Danrem tersebut dan mendesak agar proses penegakan hukum terus berlanjut hingga penjatuhan sanksi pidana.
"Sebab, rangkaian perbuatan yang dilakukan kedua prajurit TNI tersebut telah masuk dalam kategori penyiksaan yang wajib dijatuhi sanksi pidana menurut Konvensi Anti Penyiksaan yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998," jelas dia.