REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam detik-detik menjelang kekalahan kaum kafir dalam perang Badar, Abu Jahal mencoba mencari cara dalam melawan kaum Muslim. Terlebih ia telah melihat tanda-tanda kebimbangan menghantui barisan kaum musyrikin.
Syekh Shafiyyurrahman dalam kitab Sirah Nabawiyah menjelaskan, Abu Jahal berusaha bersikap tegar dan menggugah semangat pasukannya. Dengan sisa-sisa kecongkakan dan keangkuhannya, dia berkata, “Janganlah sekali-kali sikap Suraqah yang pengecut di hadapan kalian membuat kalian menjadi kalah. Sebab sebenarnya dia terikat perjanjian dengan Muhammad,”.
Abu Jahal melanjutkan, “Dan janganlah sekali-kali terbunuhnya Utbah, Syaibah, dan Al-Walid membuat kalian takut. Toh mereka sudah mati mendahului kita. Demi Lata dan Uzza, kita tidak akan kembali sebelum dapat membelenggu mereka. Jika aku tidak mendapatkan seseorang di antara kalian yang terbunuh, maka ambilah dia, agar kita bisa mengetahui keadaan yang menimpanya,”.
Tetapi belum seberapa lama ucapannya yang menunjukkan kecongkakannya itu selesai, barisannya sudah dibuat kocar-kacir karena serangan gencar pasukan Muslimin. Memang di sekitarnya masih tersisa beberapa orang musyrik yang terus menyabetkan pedang dan menghujamkan tombak.
Tetapi semua itu tidak banyak berarti menghadapi gempuran orang-orang Muslimin. Pada saat itulah sosok Abu Jahal sudah tampak jelas di hadapan orang-orang Muslim. Dia berputar-putar menaiki kudanya, seakan-alan kematian sudah menunggunya dan sudah siap menyedot darahnya lewat tangan dua pemuda Anshar.