REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Salem Zeidat (40 tahun) adalah warga Palestina yang ditahan Israel dan telah melakukan mogok makan selama 43 hari. Namun, ia mengakhiri puasanya menyusul kesepakatan yang akan membebaskannya di akhir masa tahanannya.
Dilansir dari Wafa News, Senin (23/8), organisasi Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) mengatakan Zeidat dari Kota Bani Naim di Selatan Tepi Barat yang diduduki telah ditahan dalam penahanan administratif sejak 22 Februari 2020. Penahanan ini awalnya karena diduga memasuki Israel tanpa izin. Setelah menjalani masa tahanan selama empat bulan, dia ditahan kembali dalam penahanan administratif tanpa tuduhan atau pengadilan.
Zeidat adalah seorang suami dan ayah dari lima anak yang telah menghabiskan dua tahun di penjara Israel karena melawan pendudukan. Dalam kesepakatan itu Zeidat akan dibebaskan pada November.
Dia juga adalah orang yang paling lama mogok makan di antara sembilan tahanan administratif Palestina yang mengambil jalan ini untuk menjamin diakhirinya kebebasan mereka dan kebebasan tertinggi mereka. Sementara dua dari delapan tahanan yang tersisa telah melakukan mogok makan selama lebih dari 40 hari menuntut pembebasan mereka.
Sebelumnya, juga ada tahanan Palestina di penjara Israel Ghadanfar Abu Atwan yang melakukan mogok makan hingga hari ke-61. Tindakan itu dilakukannya sebagai protes atas penahanannya yang tidak adil tanpa dakwaan atau pengadilan, menurut Komisi Urusan Mantan Tahanan Palestina.
Karena tindakannya, Abu Atwan menderita kekurangan jumlah cairan yang parah dalam tubuhnya hingga membahayakan fungsi organ vital di tubuhnya, termasuk jantung dan ginjal. Dia juga mengalami kelelahan dan sakit kepala permanen karena menolak menerima suplemen nutrisi apa pun.
Abu Atwan juga telah kehilangan lebih dari 15 kilogram berat badan dan menderita takikardia, selain ketidakmampuan berbicara dan bergerak. Dia juga mengalami tekanan psikologis dan saraf sebagai akibat dari memburuknya kesehatannya.