Ini Wilayah di Jatim yang Siaga Kekeringan
Red: Ratna Puspita
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis dengan kategori Siaga untuk lima wilayah di Jawa Timur (Jatim). (Foto ilustrasi: Pendistribusian air bersih di Pamekasan, Jatim) | Foto: Antara/Saiful Bahri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis dengan kategori Awas dan Siaga di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Khusus Jawa Timur, ada lima wilayah dengan peringatan siaga di Jawa Timur.
Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (24/8), menyatakan wilayah dengan kategori Siaga dengan potensi kekeringan meteorologis di Jawa Timur, yakni Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Situbondo. Selain Jawa Timur, wilayah dengan kategori Siaga, yakni Kabupaten Buleleng, dan Kabupaten Karangasem di Bali; Kabupaten Lombok Timur di Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada, Kabupaten Sumba Barat di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kategori Awas berpotensi di wilayah Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa), Nusa Tenggara Timur (Kabupaten. Alor, Kabupaten Belu, Kabupaten Flores Timur, Kotamadya Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Timortengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Timur)," ujar Urip.
Ia menjelaskan potensi kekeringan meteorologis tersebut berdasarkan monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) dengan kategori sangat panjang (31- 60 HTH) untuk kategori Siaga dan ekstrem panjang (lebih 60 HTH) untuk kategori Awas. Ia juga menyebutkan Jawa Timur bersama Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Bali merupakan daerah yang mengalami HTH sangat panjang. Sementara beberapa wilayah di NTB dan NTT telah mengalami HTH dengan kategori sangat panjang dan ekstrem panjang.
Wilayah yang mengalami HTH ekstrem panjang di NTB, yakni Lape (110), Soromandi (137), Wawo (84). Sementara di NTT, yakni wilayah Atambua/Motabuik (104), Bakunase (137), Balauring (74), Batuliti (125), Boentuka (91), Boru (79), Busalangga (61), Camplong (118), Fatubesi (136), Fatukmetan (65), Fatulotu (115), Kamanggih (135), Mamsena (94), Mapoli (137), Melolo (122), Naioni (118), Oemofa (136), Oepoi (138), Rambangaru (133), Solor Selatan (136), Stamet Mali (79), Wairiang (135) Provinsi NTT.
"Dengan mengacu pada monitoring kejadian hari kering berturut-turut di atas dan prediksi akan peluang hujan rendah (<20 mm/10 hari) terdapat indikasi potensi kekeringan meteorologis," kata Urip.
Dia menjelaskan dampak kekeringan meteorologis biasanya diikuti antara lain berkurangnya persediaan air untuk rumah tangga dan pertanian serta meningkatnya potensi kebakaran semak, hutan, lahan dan perumahan. "Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya informasi ini bisa dijadikan kewaspadaan dan pertimbangan untuk melakukan langkah mitigasi dampak ikutan dari kekeringan meteorologis," ujar Urip melanjutkan.
Berdasarkan pantauan BMKG hingga akhir Agustus 2021, hasil monitoring perkembangan musim kemarau tahun 2021 menunjukkan 85 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau.