Rabu 25 Aug 2021 18:57 WIB

Kecaman untuk Pejabat yang Vaksin Booster dengan Moderna

Pejabat diminta memahami vaksin booster Moderna hanya untuk nakes.

Vaksinator menunjukkan vaksin Moderna untuk dosis ketiga atau booster di RSUD Matraman, Jakarta Timur. Kemenkes menegaskan vaksin booster hanya diperbolehkan untuk tenaga kesehatan.
Foto: ANTARA/ Fakhri Hermansyah
Vaksinator menunjukkan vaksin Moderna untuk dosis ketiga atau booster di RSUD Matraman, Jakarta Timur. Kemenkes menegaskan vaksin booster hanya diperbolehkan untuk tenaga kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Ronggo Astungkoro, Rr Laeny Sulistyawati

Pada 24 Agustus lalu sebuah video kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kalimantan Timur (Kaltim) diunggah ke kanal YouTube Sekretariat Presiden. Dalam video tersebut, beberapa pejabat, termasuk Gubernur Kaltim, Isran Noor, mengatakan kepada Presiden mereka telah menerima vaksin booster.

Baca Juga

Dalam video, Isran Noor menggunakan vaksin Moderna yang seharusnya dipakai oleh para tenaga kesehatan. Sedangkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengaku sudah menerima booster, tetapi menggunakan vaksin Nusantara. Video tersebut kini telah dihapus.

Kebijakan pemerintah Indonesia terkait pemberian vaksin booster atau vaksin dosis ketiga sebenarnya tegas. Hanya tenaga kesehatan yang saat ini diperbolehkan menerima booster.

Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menegaskan, vaksin Moderna untuk Covid-19 hanya boleh disuntikkan kepada tenaga kesehatan (nakes). Para pejabat negara diimbau untuk tak menggunakannya sebagai vaksin dosis ketiga.

''Kami mengimbau agar supaya itu tolong, apalagi pejabat ya harus paham yang harus diprioritaskan tenaga kesehatan, karena mereka garda terdepan," ujar Maxi usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (25/8).

Kemenkes juga sudah mengeluarkan surat edaran yang menegaskan bahwa vaksin Moderna hanya menjadi booster bagi tenaga kesehatan. Tidak boleh digunakan oleh orang lain yang tak bekerja di sektor kesehatan.

"Saya keluarkan lagi karena desakan orang bahwa ada orang yang bukan nakes sudah mulai dosis tiga. Jadi kami langsung buat edaran, mengingatkan saja, menegur, termasuk kepala dinas," ujar Maxi.

Ditanya terkait adanya orang-orang yang menggunakan vaksin Nusantara sebagai booster? Maxi mengatakan bahwa itu merupakan urusan pribadi. Sebab, Kemenkes tak mengatur hal tersebut.

"Itu urusan pribadi, urusan pribadi," ujar Maxi.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi menegaskan pula, kebijakan Kemenkes hingga saat ini mengutamakan vaksinasi booster hanya untuk nakes. "Sampai sekarang di luar nakes (tak mendapatkan vaksin Covid-19 booster). Ini sesuai dengan surat edaran Dirjen Kemenkes, jadi kami belum memberikan vaksin dosis ketiga untuk pejabat," ujarnya.

Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah untuk memastikan vaksinasi tidak diberikan berdasarkan jabatan atau kekuasaan. Vaksinasi harus diprioritaskan terhadap orang-orang yang memiliki risiko lebih tinggi terpapar Covid-19, termasuk para tenaga kesehatan.

"Kami mendesak pemerintah untuk memastikan vaksinasi tidak diberikan berdasarkan jabatan atau kekuasaan, melainkan diprioritaskan untuk mereka yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terpapar Covid-19, termasuk tenaga kesehatan," ungkap Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/8).

Dia mengingatkan pemerintah, program vaksinasi Covid-19 harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan hak asasi manusia (HAM), terlebih melihat persediaan vaksin yang masih terbatas saat ini. "Pemerintah seharusnya memprioritaskan tenaga medis dan kelompok-kelompok masyarakat paling rentan terpapar, termasuk lansia, masyarakat miskin, penyandang difabel, hingga mereka yang berada di tahanan. Bukan memberikan vaksin booster untuk pihak berkuasa," kata dia.

Dia menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, per tanggal 25 Agustus baru 33,39 persen dari tenaga kesehatan yang telah menerima vaksin booster. Sementara baru 16,93 persen lansia dan 5,72 persen dari masyarakat rentan dan umum  yang telah menerima vaksin kedua. Karena itu, dia juga meminta pemerintah untuk memastikan distribusi vaksin dilakukan secara akuntabel dan transparan.

"Memberikan vaksin ketiga kepada pejabat dalam situasi seperti ini tidak bisa dibenarkan dan mencerminkan ketidakpedulian pihak berkuasa atas kebutuhan publik," kata Wirya.

Amnesty mengingatkan, Kantor Komisioner Tinggi untuk HAM atau The Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) telah menjelaskan yang pada intinya negara harus mengenali dan membedakan kebutuhan kelompok yang menghadapi tantangan kesehatan tertentu, seperti tingkat kematian yang lebih tinggi atau kerentanan terhadap penyakit tertentu. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) juga telah menyatakan, pemberian dosis vaksin booster harus ditargetkan kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan dengan bukti pertimbangan yang jelas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement