Kamis 26 Aug 2021 08:39 WIB

Pengusaha Ritel Minta Kenaikan PPN Ditinjau Ulang

Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai akan berdampak pada penurunan daya beli.

Red: Friska Yolandha
Pengunjung membeli minuman di salah satu pujasera di kawasan Sagu Raya, Jagakarsa, Jakarta, Kamis (19/8). Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah meninjau ulang peningkatan biaya pajak pertambahan nilai dan penetapan pajak multitarif.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung membeli minuman di salah satu pujasera di kawasan Sagu Raya, Jagakarsa, Jakarta, Kamis (19/8). Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah meninjau ulang peningkatan biaya pajak pertambahan nilai dan penetapan pajak multitarif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah meninjau ulang peningkatan biaya pajak pertambahan nilai dan penetapan pajak multitarif. Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan peningkatan tarif maupun penerapan multitarif pajak pertambahan nilai saat pandemi kurang tepat lantaran sektor ritel modern sedang terpuruk.

"Hampir 1.500 gerai ritel modern berhenti beroperasi dalam kurung waktu 18 bulan terakhir," kata Roy dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis (26/8).

Aprindo menilai kenaikan tarif pajak pertambahan nilai dari 10 persen menjadi 12 persen akan berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat. Sehingga, hal ini memupuskan upaya menjaga konsumsi rumah tangga sebagai kontributor terbesar penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada kuartal II 2021, konsumsi rumah tangga masih dominan dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan sumbangan mencapai 55,07 persen pertumbuhan domestik bruto.