REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika
Kabar bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke partai koalisi pemerintah Presiden Joko Widodo muncul sejak Rabu (25/8) malam. Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto namun mengatakan pertemuan Zulkifli Hasan dan Eddy Soeparno dengan Presiden semalam belum membahas keputusan berkoalisi.
Ia menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan resmi terkait partai berlambang matahari itu bergabung dengan koalisi pemerintahan atau tidak. "Kita tunggu pernyataan Pak Jokowi langsung dong sebagai pimpinan koalisi pemerintahan," ujar Yandri di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (26/8).
Ia menegaskan, hadirnya PAN bertemu dengan Jokowi dan elite partai politik pendukungnya bukanlah membahas koalisi. PAN disebutnya hanya diundang dalam pertemuan untuk membahas penanganan pandemi Covid-19.
"Sebenarnya kita belum bicara koalisi, kita kemarin diundang. Diundang ke Istana dan di situ ada semua partai koalisi pendukung Pak Jokowi," ujar Yandri.
Meski begitu, PAN mengaku siap bergabung jika memang diajak Jokowi untuk menjadi bagian dari koalisi pemerintahan. Sebab hubungan antara PAN dengan pemerintah disebutnya berjalan harmonis dan saling membantu.
"Pada prinsipnya kita siap memang, kalau diminta dan kita selama ini tidak bergabung koalisi membantu Pak Jokowi. Selama ini tidak ada persoalan, bagus dan sangat baik," ujar Yandri.
Adapun pernyataan partai lain terkait bergabungnya PAN ke koalisi dipandangnya sebagai apresiasi. PAN, tegas Yandri, menunggu pernyataan resmi Jokowi ihwal bergabung atau tidaknya partai ke dalam koalisi.
"Kami sungguh berterimakasih kepada partai yang sudah merespon itu dengan baik, ya kalau itu (koalisi) kita tunggu lebih lanjut," ujar Ketua Komisi VIII itu.
Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Rully Akbar menilai kemungkinan PAN bergabung dalam koalisi parpol pendukung pemerintahan Presiden adalah demi mengamankan suara di Pemilu 2024. Rully mengatakan PAN dan pemerintahan Jokowi masing-masing mendapat keuntungan atas aksi politik ini. Ia meyakini PAN sudah mengalkulasi opsi sebagai oposisi kurang menguntungkan untuk Pemilu 2024.
"Dampaknya adalah exposure partai tersebut sebagai bagian dari pemerintahan. Sedangkan posisi oposisi tidak mendapatkan hal tersebut. Ini akan menjadi pertimbangan tersendiri jika dikaitkan dengan (Pemilu) 2024," kata Rully kepada Republika, Kamis (26/8).
Rully menduga PAN dapat memetik keuntungan elektabilitas dan finansial ketika memilih masuk dalam koalisi pendukung pemerintah. Sehingga PAN tak harus bekerja sendiri untuk mendongkrak performa dan partai.
"Dengan masuk ke dalam pemerintahan, diharapkan kinerja partai terdongkrak dengan menjadi supporting partner program pemerintah. Berbeda halnya jika posisi oposisi, yang harus melakukan dengan modal partai sendiri," ujar Rully.
Rully juga menilai opsi yang diambil PAN sudah tepat guna menghilangkan ambiguitas dalam bersikap kepada pemerintah. Sehingga PAN tak lagi menjadi oposisi tanggung atau partai pendukung pemerintah yang setengah-setengah
"Dengan masuknya PAN sebagai koalisi akhirnya memastikan posisi partai tersebut sebagai partai pemerintah. Sebelumnya partai ini menjadi oposisi yang abu-abu," ucap Rully.
Tadi malam, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate menyampaikan, poin-poin usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan partai-partai koalisi pemerintahan. Salah satu hal yang ia sampaikan adalah PAN menjadi sahabat baru koalisi.
"Sahabat baru koalisi, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang didampingi Sekjen Eddy Soeparno. Sahabat baru kami dalam koalisi semakin memperkuat dan memperkaya gagasan dan pandangan," ujar Plate di rumah dinasnya, (25/8).
Ia menegaskan, pertemuan tersebut bukanlah membahas pelebaran koalisi meski PAN diundang langsung oleh Jokowi ke Istana. Hadirnya PAN akan melebarkan kegotongroyongan Indonesia dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Tentu sebagai sahabat baru dalam koalisi, itu menyampaikan pandangan-pandangan. Apalagi Pak Zulkifli mantan Ketua MPR, jadi perspektif MPR sangat kental," ujar Johnny.