REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kisah heroik datang dari atlet Paralimpiade dari Kamp Pengungsi, Abbas Karimi. Perenang berusia 24 tahun itu bercerita, dirinya harus berenang dari Afghanistan ke kamp pengungsi untuk bisa hidup dengan aman dan tenang.
Namun pelariannya bukan perkara mudah karena Karimi lahir tanpa kedua lengan. Tapi berkat kemampuan renang itulah Karimi mendapatkan kebebasan dan perlindungan.
Karimi berenang dengan cepat sembari memukul jaket pelampungnya agar bisa sampai ke kamp pengungsi. Saat itu usianya baru 16 tahun. Karimi muda sangat ingin berlatih untuk kompetisi di kancah internasional tanpa rasa takut dari perang dan terorisme setiap harinya.
''Saya perlu berada di suatu tempat di mana saya bisa aman dan terus berlatih, dan menjadi juara Paralimpiade. Ketika saya meninggalkan Afghanistan, (pikiran) itu bersama saya. Gagasan tentang apa yang akan saya lakukan,'' ujar Karimi dikutip dari Nytimes, Kamis (26/8).
Kini, Karimi menjadi salah satu dari enam atlet yang bertanding untuk tim Paralimpiade Pengungsi di Tokyo. Delapan tahun setelah melarikan diri dari Afghanistan, ia memimpin parade bangsa-bangsa ke stadion upacara pembukaan Paralimpiade, Selasa lalu, sebagai salah satu dari dua pembawa bendera untuk tim pengungsi.
Karena kekacauan usai Taliban menguasai Afghanistan, Karimi mengkin menjadi satu-satunya atlet dari negara tersebut yang bertanding Paralimpiade. Sebab dua atlet paralimpiade Afghanistan harus dievakuasi dari Kabul ke Australia. Belum jelas apakah dua atlet tersebut akan tiba di Tokyo atau tidak.