REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA --Nenek Sumirah hidup sebatang kara di rumah kos berukuran 2x3 meter di Jalan Simo jawar, Nomor 150, RT 01 RW 01, Kelurahan Simomulyo Baru Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya, Jawa Timur. Janda berusia 89 tahun itu berstatus miskin.
Namun, status dan kondisi beliau tak membuat dapurnya bisa mengepul dengan bantuan sosial pemerintah. Nenek Sumirah menjadi bukti hidup belum meratanya bantuan sosial (Bansos) pemerintah. Terlebih, selama masa pandemi Covid-19, pemerintah terus menggelontorkan bansos untuk masyarakat terdampak. Sumirah belum sekali pun mencicipi bantuan yang dikucurkan pemerintah.
"Tidak pernah, saya tidak pernah dapat (bantuan sosial). Saya sudah tanya RT, RW, katanya ndak ada jatahe. Bilang begitu, Nak," kata Sumirah, Kamis (26/8).
Perempuan yang ditinggal suaminya meninggal dunia sejak 2006 tersebut, menggantungkan hidupnya dari hasil berjualan camilan. Dagangan inipun hanya titipan dari para tetangganya. Dari hasil usahanya itu, Nenek Sumirah mengaku belum cukup untuk membayar biaya kos seharga Rp 250 ribu per bulan. Belum termasuk uang listrik dan air.
Selain mengandalkan berjualan camilan, saban hari Nenek Sumirah hanya mengandalkan rasa iba tetangga. Sumirah mengaku, memang pernah didata oleh pihak RT dan RW sekitar. Sumirah bahkan telah menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan seperti fotocopy KTP, KK, hingga SKTM. Meski dirasa sudah melengkapi berkas yang dibutuhkan, Sumirah tak kunjung mendapatkan bantuan.
"Pernah tanya ke Pak RT lah kok belum dapat (bantuan) apa-apa Pak? Dia bilangnya belum ada jatahnya. Saya sampai pernah fotocopy sampai rangkap 20 pas diminta, ya belum ada kabar apa-apa," kata Sumirah dalam bahasa Jawa kental.
Sumirah mempertanyakan apa sebenarnya yang membuat dirinya tak kunjung mendapatkan bantuan. Padahal, data yang diperlukan, seperti KTP, KK, hingga SKTM telah dimilikinya dan diserahkan kepada pihak terkait. Namun tetap nihil hasilnya. Sumirah mengaku sedih ketika melihat tetangga dan warga lain mengantre bantuan dari pemerintah.
"Saya sampai pernah bilang ke RT RW, Pak saya mau tanya, apa saya ini gelandangan? Kok sampai tidak didata? Lalu diminta, KTP, tapi ya begitu tidak ada kabar apa-apa," ujarnya.
Sumirah menjelaskan, dirinya sudah menjadi warga Kota Pahlawan sejak 1959. Semasa hidup, Sumirah pernah menjalani beragam pekerjaan. Mulai dari perawat anak-anak, tukang pijat, hingga berdagang.
Menanggapi kejadian tersebut, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengunggah video berdurasi 57 detik di akun instagramnya @ericahyadi_. Dalam videonya tersebut, Eri mengingatkan para pejabat di bawahnya, yang menurutnya harus tahu kondisi dari nenek sebatang kara tersebut.
"Kalau lansia ini, iku camat ambek lurah, kepala OPD, Pegawai Negeri Sipil Kota Surabaya yang menjadi tetangganya tidak tahu, iku jenenge kebacut (keterlaluan)," ujar Eri.
Eri pun meminta segenap jajarannya untuk aktif turun langsung ke masyarakat. Sehingga tahu kondisi warga yang di sekitarnya. Eri tak ingin kejadian seperti Sumirah menimpa warga Surabaya lainnya yang membutuhkan bantuan.
"Jangan pernah mulai hari ini, di Pemerintah Kota Surabaya ada orang miskin yang pejabat Pemerintah Kota Surabaya ini tidak pernah tahu. Makane muter. Di kelilingi, dikelilingi daerahe," ujar Eri.