PHRI DIY Minta Kelonggaran Buka Destinasi Wisata
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Pekerja menyapu kawasan Wisata Candi Prambanan yang tutup di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (20/6/2021). Pihak pengelola Taman Wisata Candi Prambanan melakukan penutupan sementara kunjungan wisata pada tanggal 19-20 Juni 2021 guna mengurangi penyebaran COVID-19 menyusul meningkatnya penularan di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. | Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY meminta adanya pelonggaran agar destinasi wisata dibuka di masa perpanjangan PPKM level 4. Pasalnya, saat ini destinasi wisata di DIY masih belum beroperasi.
Namun, untuk pusat perbelanjaan/mal sudah mulai dilakukan uji coba pembukaan sejak 24 Agustus 2021 lalu. Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, dibukanya destinasi wisata akan meningkatkan okupansi hotel dan resto di DIY, terutama yang terdampak PPKM.
Deddy menyebut, uji coba pembukaan mal sedikitnya berdampak pada tingkat hunian hotel di DIY. Sebab, dengan ditutupnya destinasi wisata, pengunjung hotel setidaknya memiliki kunjungan alternatif ke pusat perbelanjaan.
Walaupun begitu, ia berharap agar Pemda DIY juga memberikan kelonggaran untuk membuka destinasi wisata. Namun, pembukaan destinasi wisata ini juga disyaratkan dengan aturan pembukaan mal.
"Kalau destinasi wisata ditutup, kita sangat prihatin sebetulnya. Seandainya (destinasi wisata) itu juga dibuka dengan persyaratan seperti mal, apakah itu tidak bisa. Kalau pemerintah tidak bisa membantu, biarkan kami hidup sendiri, tapi beri kami kelonggaran (destinasi wisata dibuka) agar tetap bisa bertahan," kata Deddy kepada Republika.co.id melalui sambungan telepon, Kamis (26/8).
Saat ini, rata-rata okupansi hotel dan resto di DIY berada di angka 0-10 persen. Namun, di saat long weekend, okupansi paling tinggi hanya mencapai 20 persen di lokasi seperti sekitar kawasan Malioboro dan Ringroad Utara.
"Sekarang hanya 200-an hotel dan resto yang beroperasi di DIY, total anggota PHRI DIY ada 438 hotel dan resto," ujar Deddy.
Pemda DIY sendiri sudah menyebut belum berencana untuk membuka destinasi wisata. Disebutkan, setidaknya warga DIY yang sudah divaksin mencapai 80 persen sebagai salah satu syarat untuk dibukanya destinasi wisata.
Menanggapi hal ini, Deddy menyebut, ada informasi dan pendataan yang pasti dari pemerintah. Pasalnya, pihaknya belum mendapatkan informasi secara pasti sudah berapa persen masyarakat yang divaksin.
Data ini, katanya, dapat digunakan sebagai acuan untuk budget planning bagi hotel dan resto ke depan. Pihaknya juga menyayangkan adanya kebijakan yang berubah-ubah dari pemerintah yang menyebabkan berdampak pada industri perhotelan dan resto.
"Dalam arti begini, sudah berapa persen yang divaksin dari jumlah total warga DIY dan bisa selesai bulan apa yang 80 persen ini. Karena ini berhubungan untuk budget planning, kita tidak bisa menetapkan budget planning kalau kebijakan itu mendadak dan berubah-ubah. Kita butuh kepastian berapa lama kira-kira vaksinasi diselesaikan," jelasnya.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, pembukaan destinasi wisata masih berisiko tinggi. Sebab, dikhawatirkan dapat menimbulkan klaster baru penularan Covid-19 di saat kasus positif masih fluktuatif.
"Selama kita belum 80 persen (masyarakat yang divaksin), jangan dibuka, risikonya masih tinggi. Kita hati-hati, jangan mau cepat-cepat, nanti (kasus positif) naik lagi," kata Sultan di kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Sultan menyebut, cakupan vaksinasi di DIY baru mencapai sekitar 50 persen. Percepatan vaksinasi pun, katanya, terus dilakukan dengan meningkatkan jumlah sasaran vaksin menjadi 20 ribu dosis per hari.
Namun, sasaran vaksinasi per harinya di DIY masih di angka sekitar 12 ribu dosis. Diharapkan, vaksinasi ini dapat diselesaikan pada Oktober 2021 nanti. "Makanya saya minta untuk Oktober ini 100 persen (masyarakat divaksinasi) sudah harus bisa dilakukan," ujarnya.