Kamis 26 Aug 2021 18:01 WIB

Mahfud: Pemerintah tak Campuri Amandemen UUD 45

Mahfud MD tekankan perubahan konstitusi adalah wewenang MPR.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak akan mencampuri urusan amandemen UUD 45.
Foto: ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak akan mencampuri urusan amandemen UUD 45.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan pemerintah tidak turut campur dalam wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Menurut dia, yang berwenang melakukan perubahan konstitusi bukanlah pemerintah, melainkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

"Adapun pemerintah tidak ikut campur urusan itu (amandemen UUD 45). Pemerintah tidak menyatakan setuju atau tidak setuju karena sebenarnya perubahan tidak perlu persetujuan pemerintah," ungkap Mahfud dalam diskusi daring yang disiarkan di kanal Youtube Integrity Law Firm, Kamis (26/8).

Baca Juga

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan, perubahan konstitusi merupakan wewenang dari MPR. Pemerintah, kata dia, hanya akan menyediakan lapangan politiknya saja. Dia memberikan contoh, apabila parlemen hendak melakukan pembahasan mengenai hal itu, maka akan dibantu dalam proses pengamanannya.

"Silakan kalau DPR-MPR mau bersidang kita amankan. Substansi mau mengubah atau tidak, itu adalah keputusan politik lembaga yang berwenang," kata dia.

Meski begitu, Mahfud meyakini, wacana pengubahan tersebut akan menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Terlebih jika melihat produk kesepakatan politik di Tanah Air selalu dianggap tidak bagus dan sering dikritik ketika diterbitkan.

"Tidak ada salahnya berpendapat karena secara teoritis UUD memang bisa diubah tapi caranya tidak sederhana. Ada melalui perdebatan, pendalaman sungguh-sungguh tidak boleh main sepihak," tutur Mahfud.

Terkait dengan pertemuan presiden dengan ketua-ketua partai politik di Istana Negara beberapa waktu lalu, Mahfud mengaku tak mengetahui apa saja yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Namun, menurut dia, jika dalam pertemuan tersebut wacana amandemen UUD 45 dibahas, maka itu tak masalah.

"Saya tidak tahu apakah presiden bicara soal itu dalam pertemuan resmi partai politik. Tapi seumpama itu dibicarakan, itu tidak apa-apa karena presiden kan didukung oleh partai politik yang punya kekuatan di DPR dan MPR," kata dia.

Sebelumnya, Ketua MPR RI ,Bambang Soesatyo, mengatakan bahwa MPR RI sudah memiliki rencana waktu terkait kapan amandemen terbatas UUD 1945 dilakukan. Namun, dirinya tidak menjelaskan secara detail kapan waktunya.

"Ada, berdasarkan rapat kami dengan badan pengkajian dan pimpinan ada time table-nya," ujar Bamsoet, Rabu (18/8).

Bamsoet menjelaskan, mekanismenya telah diatur sesuai pasal 37 UUD 1945 yaitu perubahan pasal-pasal baru dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota. Tidak hanya itu pengambilan keputusannya melalui forum sidang paripurna yang harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.

"Jadi kalau ada satu partai saja yang tidak hadir, boikot misalnya, tidak setuju, itu dihitung nanti. Kurang satu saja tidak bisa dilanjutkan. Itulah karena MPR adalah rumah kebangsaan, cermin daripada kedaulatan rakyat, maka satu suara saja bisa menggagalkan atau tidak meneruskan pembahasan amandemen terbatas," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement