REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana korupsi Sri Wahyumi Maria Manalip (SWMM) segera menjalani persidangan untuk kali kedua. Mantan bupati Talaud itu kali ini akan diadili berkenaan dengan dugaan tindak pidana penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014 hingga 2017.
"Tim penyidik KPK telah selesai melaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada tim JPU karena setelah dilakukan penelitian berkas perkara maka dinyatakan lengkap," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (26/8).
Dia mengatakan, penahanan lanjutan terhadap tersangka dilaksanakan oleh tim JPU selama 20 hari ke depan. Sri Wahyumi Maria Manalip sementara akan menghuni Rutan KPK pada Gedung Merah Putih terhitung mulai 26 Agustus sampai dengan 14 September 2021.
Ali mengatakan, tim JPU menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Tipikor dalam waktu 14 hari kerja. Persidangan diagendakan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Manado.
"Selama proses penyidikan, telah diperiksa 101 orang yang di antaranya terdiri dari pihak swasta dan ASN pada Pemkab Kepulauan Talaud," kata Ali lagi.
Seperti diletahui, KPK kembali menetapkan Sri Wahyumi Maria Manalip sebagai tersangka suap. Penetapan itu dilakukan meski yang bersangkutan baru keluar penjara usai menjalani dua tahun masa tahanan di Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.
Perkara yang kali ini menjerat Sri Wahyumi merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019. Kasus tersebut telah menetapkan dirinya sebagai tersangka dan saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menjelaskan, perkara bermula saat Sri Wahyumi kerap melakukan pertemuan di rumah dinas dan rumah pribadinya dengan sejumlah ketua kelompok kerja (Pokja) pengadaan barang dan jasa sejak dilantik sebagai bupati Kepulauan Talaud. Sri juga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang.
Tersangka itu lantas memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan dalam proses lelang. Sri diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung.
Sri Wahyumi kemudian memerintahkan para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut. "Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp 9,5 miliar," kata Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.