REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Hampir 400 warga Afghanistan yang dievakuasi tiba di Seoul, Korea Selatan pada Kamis (26/8). Pemerintah Korea Selatan mengatakan sedang mengamandemen undang-undang untuk memberi izin tinggal jangka panjang bagi mereka yang bekerja pada proyek-proyek Korsel di Afghanistan sebelum Taliban merebut kekuasaan bulan ini.
Imigran adalah masalah yang diperdebatkan di Korsel, di mana banyak penduduknya bangga dengan homogenitas etnis, bahkan ketika populasi 52 juta jiwa menua dengan cepat dan angkatan kerja berkurang. Sedikitnya dua penerbangan akan membawa 391 orang, termasuk keluarga pekerja di kedutaan Korea, Badan Kerja Sama Internasional Korea (KOICA), sebuah rumah sakit, dan lembaga pelatihan kejuruan dan pangkalan militer yang dikelola pemerintah Korea.
Menteri Kehakiman Park Beom-kye mengatakan banyak warga Korea telah menerima dukungan internasional setelah terpaksa melarikan diri selama Perang Korea dari tahun 1950 hingga 1953."Sekarang saatnya bagi kita untuk membalas budi," kata dia dalam pengarahan di Bandara Incheon di luar ibu kota, sebelum kedatangan pesawat evakuasi.
Pemerintah sedang dalam proses mengamandemen undang-undang imigrasi untuk memberikan izin tinggal jangka panjang kepada warga Afghanistan sebagai orang asing yang telah memberikan layanan khusus kepada negara itu, ujar Park. Dia mengakui kontroversi atas rencana tersebut, dengan mengatakan keputusan untuk menerima pengungsi Afghanistanmenjadi "sulit".
Namun, Park menegaskan bahwa Korsel tidak bisa meninggalkan "teman-temannya"."Terlepas dari kenyataan bahwa kami secara fisik terpisah di negara yang jauh, mereka praktis adalah tetangga kami. Bagaimana mungkin kita bisa menutup mata terhadap mereka ketika nyawa mereka terancam karena fakta bahwa mereka bekerja dengan kita?" ujar dia.
Korsel telah menerima lebih dari 30.000 pembelot Korut selama bertahun-tahun, tetapi mereka menyetujui sejumlah kecil pencari suaka dari negara lain. Pada 2018, lonjakan tiba-tiba dari kedatangan warga Yaman di pulau resor selatan Jeju memicu kekhawatiran atas kemungkinan peningkatan kejahatan dan kesengsaraan sosial lainnya, yang mendorong tindakan keras pemerintah terhadap pendatang.
Hanya 55 dari 6.684 orang yang mencari status pengungsi di Korsel pada tahun 2020 yang menerimanya, 127 lainnya diizinkan tinggal karena alasan kemanusiaan, meskipun tidak ditetapkan sebagai pengungsi, berdasarkan data kementerian kehakiman.