REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, mengemukakan vaksinasi untuk masyarakat umum di Indonesia masih menggunakan jenis vaksin yang sama pada dosis pertama dan kedua.
"Masih menggunakan vaksin jenis yang sama sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," kata Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (26/8) sore.
Nadia mengatakan vaksin Covid-19 di Indonesia yang saat ini mencapai 130 juta dosis lebih dan telah didistribusikan menuju 34 provinsi masih mencukupi untuk penyuntikan dosis lengkap vaksin dengan jenis yang sama. Pernyataan tersebut disampaikan Nadia menyikapi pengumuman WHO bahwa dosis kedua vaksin Pfizer atau Moderna dapat digunakan setelah dosis pertama AstraZeneca dalam beberapa situasi.
Dalam infografis yang dilansir melalui laman www.who.int, dijelaskan bahwa penelitian sedang dilakukan untuk memahami apakah vaksin Covid-19 dapat dicampur dan dicocokkan dengan aman dan efektif. Data yang muncul menunjukkan bahwa dosis pertama AstraZeneca dengan dosis kedua vaksin mRNA (Pfizer atau Moderna) aman dan efektif jika persediaan terbatas.
"Kalau situasi di Indonesia saat ini, stoknya masih mencukupi untuk dilakukan penyuntikan dengan jenis vaksin yang sama," kata dia.
Penggunaan vaksin dengan merek berbeda, kata Nadia, dilakukan kepada sebagian tenaga kesehatan untuk program suntikan dosis ketiga atau booster. Sebelumnya dalam Rapat Kerja Bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (25/8), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan sekitar 450 ribu atau 34 persen tenaga kesehatan di Indonesia sudah mendapat vaksinasi Covid-19 dosis ketiga.
Provinsi Bali dan Kepulauan Riau tercatat sebagai provinsi dengan cakupan vaksinasi Covid-19 dosis ketiga pada sumber daya manusia bidang kesehatan paling tinggi. Dia juga mengatakan dalam dua pekan terakhir terjadi percepatan peningkatan cakupan vaksinasi dosis ketiga pada tenaga kesehatan, setelah sebelumnya mereka sempat khawatir dengan dampak dari jenis vaksin yang berbeda.
"Pada saat pertama kali kita belum belum bisa mendapatkan penerimaan yang full (penuh) dari para tenaga kesehatan, karena takut ada dampaknya, terutama kalau vaksin itu mixing (dari produsen berbeda)," ujarnya.