Jumat 27 Aug 2021 03:08 WIB

Bennett Rayu Biden Agar tak Kembali ke Negosiasi Nuklir Iran

Bennett ingin Biden tetap menjatuhkan sanksi ke Iran.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.
Foto: AP/Abir Sultan/Pool European Pressphoto Agenc
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett akan mengadakan pertemuan tatap muka pertama, pada Kamis (26/8) waktu setempat. Pemimpin baru Israel berfokus untuk menekan Biden agar menghentikan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran.

Sebelum tiba di AS, Bennett menjelaskan bahwa prioritas utama kunjungannya ke Gedung Putih adalah untuk membujuk Biden agar tak kembali ke perjanjian nuklir. Dia beralasan karena Iran terus meningkatkan pengayaan uraniumnya.

Baca Juga

Alasan lain menurut Bennett bahwa pencabutan sanksi akan memberi Iran lebih banyak sumber daya untuk kembali menjadi musuh Israel di wilayah tersebut.

Pada Rabu (25/8) waktu setempat, PM Israel bertemu secara terpisah dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin untuk membahas Iran dan masalah lainnya. Kunjungan itu adalah yang pertama ke AS sebagai perdana menteri.

"Sekarang adalah waktunya untuk menghentikan Iran, untuk menghentikan hal ini, dan tidak memasuki kembali kesepakatan nuklir yang telah kedaluwarsa dan tidak relevan, bahkan untuk mereka yang menganggapnya pernah relevan," ujar Bennett kepada Kabinetnya.

Seperti diketahui, Biden telah memperjelas keinginannya menemukan jalan mulus untuk menyelamatkan pakta nuklir 2016 yang digagas oleh pemerintahan Barack Obama, namun dicabut pada 2018 oleh Donald Trump.

Pembicaraan tak langsung antara AS dan Iran juga terhenti. Washington masih mempertahankan sanksi yang melumpuhkan Iran ketika permusuhan regional membara.

Keputusan Trump untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran membuat Teheran dari waktu ke waktu mengabaikan setiap batasan yang dikenakan kesepakatan pada pengayaan nuklirnya. Negara ini kini memperkaya sejumlah kecil uranium hingga 63 persen, langkah pendek dari tingkat senjata, dibandingkan dengan 3,67 persen berdasarkan kesepakatan.

Iran juga memutar sentrifugal yang jauh lebih maju dan lebih banyak dari yang diizinkan berdasarkan perjanjian nuklir 2015. Kondisi itu mengkhawatirkan para ahli nonproliferasi nuklir meskipun Teheran bersikeras program nuklirnya untuk tujuan damai.

Pertemuan Biden-Bennett pekan ini terjadi beberapa pekan setelah Ebrahim Raisi dilantik sebagai presiden baru Iran. Raisi (60 tahun) merupakan seorang ulama konservatif yang memiliki hubungan dekat dengan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Dia telah menyarankan dia akan terlibat dengan AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement