Jumat 27 Aug 2021 07:09 WIB

Dipertanyakan Data Kematian tak Dijadikan Penentu Level PPKM

Data kematian salah satu indikator penting pengedalian Covid-19.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Hiru Muhammad
 Pekerja membawa peti mati seseorang yang meninggal karena komplikasi penyakit Covid-19 saat pemakaman di pemakaman di Depok, Senin (9/8/2021). Pemerintah Indonesia belum memutuskan untuk melanjutkan atau melonggarkan penerapan pembatasan aktivitas masyarakat level 4 ( PPKM) yang akan berakhir pada 09 Agustus 2021. Tingginya angka kematian Covid-19 di Indonesia bahkan membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan catatan khusus.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Pekerja membawa peti mati seseorang yang meninggal karena komplikasi penyakit Covid-19 saat pemakaman di pemakaman di Depok, Senin (9/8/2021). Pemerintah Indonesia belum memutuskan untuk melanjutkan atau melonggarkan penerapan pembatasan aktivitas masyarakat level 4 ( PPKM) yang akan berakhir pada 09 Agustus 2021. Tingginya angka kematian Covid-19 di Indonesia bahkan membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan catatan khusus.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Ahli epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Atik Choirul Hidajah mempertanyakan alasan data kematian Covid-19 yang tidak dijadikan indikator penentuan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Seperti diketahui, pemerintah mulai memberi kelonggaran setelah menurunkan level PPKM dari semula level 4 menjadi level 3.

Dengan adanya penurunan level PPKM tersebut, pemerintah mulai melakukan pelonggaran. Seperti pusat perbelanjaan yang sudah diperbolehkan buka dengan membatasi pengunjung, restoran yang sudah diperbolehkan menerima pelanggan makan di tempat, dan lain sebagainya. Sayangnya, kata Atik, untuk menentukan level PPKM tersebut, pemerintah tidak menyertakan data kematian akibat Covid-19.

"Kematian ngak digunakan. Itu kan salah satu indokator yang penting (untuk mengetahui apakah Covid-19 sudah terkendali atau belum) malah tidak digunakan," ujar Atik kepada Republika, Kamis (26/8).

Atik juga tidak menjamin PPKM yang diterapkan pemerintah mulai PPKM darurat hingga PPKM level 4 tersebut, efektif menekan laju penularan Covid-19. Atik mengatakan, berdasarkan data yang dirilis pemerintah, memang terjadi penurunan kasus Covid-19 dan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit.

Namun, kata Atik, belum bisa dibuktikan penurunan tersebut terjadi karena PPKM yang diterapkan berjalan efektif. Apalagi, lanjut Atik, pada saat yang bersamaan terjadi penurunan testing Covid-19 di masyarakat.

"Yang jadi catatan juga, jumlah testing kita juga menurun. Sehingga kalau kasusnya turun itu benar-benar karena memang tidak terjadi penularan di masyarakat atau karena testing yang berkurang, itu yang perlu dipertanyakan," ujar Atik.

Atik tidak mempermasalahakan pusat perbelanjaan yang sudah diperbolehkan buka, maupun restoran yang sudah diperbolehkan menerima pelanggan makan di tempat. Karena, kata dia, itu memang mengikuti level PPKM yang diterapkan pemerintah. Atik hanya mempertanyakan indikator-indikator penentuan level PPKM yang menurutnya berubah-ubah."Apakah level itu menunjukkan kondisi yang sebenarnya atau tidak itu yang jadi pertanyaan. Kalau antivitas masyarakat kan memang mengikuti levelnya," kata dia.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement