REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengabulkan permohonan pembukaan blokiran rekening terdakwa perkara korupsi proyek pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) TA 2016, Juli Amar Ma'ruf. Alasannya, rekening itu berisi uang yang bukan dari perkara korupsi BCSS.
"Majelis hakim berpendapat mencabut rekening blokiran terdakwa Juli Amar karena rekening adalah berisikan gaji terdakwa, dan tidak berkaitan dengan perkara. Menimbang maka majelis hakim mengabulkan permohonan terdakwa mencabut pemblokiran rekening atas nama terdakwa Juli Amar Ma'ruf," kata Ketua Majelis Hakim, Susanti, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/8).
Dalam perkara ini, Juli Amar divonis dua tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 3 bulan bersama mantan ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla, Leni Marlena. Keduanya dinilai terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 63,8 miliar dalam proyek tersebut.
Tak hanya pidana badan, Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti. Untuk Juli Amar diwajibkan membayar uang pengganti Rp 4 juta. Sementara Leni Marlena diwajibkan membayar Rp 3 juta subsider 1 bulan kurungan.
Dalam menyusun amar putusan, terdapat beberapa hal dan pertimbangan. Untuk hal memberatkan, keduanya dengan perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara untuk hal yang meringankan, keduanya dinilai sopan dan mengakui perbuatannya.
Kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Usai mendengar putusan Hakim, Leni dan Juli menyatakan menerima putusan hakim. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan pikir-pikir. Vonis terhadap keduanya ini lebih rendah daripada tuntutan penuntut umum yang menuntut Leni dan Juli dengan hukuman empat tahun penjara.
Perbuatan tindak pidana korupsi ini dilakukan keduanya bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakamla, Bambang Udoyo, dan Direktur Utama PT CMI Teknologi, Rahardjo Pratjihno. Leni dan Juli terbukti memperkaya diri sendiri serta orang lain, yakni Rahardjo sebesar Rp 60,3 miliar dan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sejumlah Rp 3,5 miliar.