Jumat 27 Aug 2021 10:25 WIB

Penarikan Pasukan AS dari Afghanistan akan Untungkan Israel

AS akan lebih dapat mengarahkan sumber daya dan perhatiannya ke sekutunya, Israel

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Dalam gambar yang disediakan oleh Korps Marinir AS, pasukan koalisi Inggris dan Turki, bersama dengan Marinir AS, membantu seorang anak selama evakuasi di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Jumat, 20 Agustus 2021
Foto: AP/Staff Sgt. Victor Mancilla/U.S. Marine Cor
Dalam gambar yang disediakan oleh Korps Marinir AS, pasukan koalisi Inggris dan Turki, bersama dengan Marinir AS, membantu seorang anak selama evakuasi di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Jumat, 20 Agustus 2021

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang pejabat Amerika Serikat (AS) mengeklaim bahwa penarikan pasukan asing dari Afghanistan menguntungkan Israel. Pejabat yang enggan disebut namanya itu mengatakan, bahwa AS akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengarahkan sumber daya dan perhatian sekutunya, seperti Israel.

"Kami tidak mencoba untuk mengubah Timur Tengah. Kami tidak mencoba untuk menggulingkan rezim. Kami sedang menempuh jalan yang sangat mantap, berpusat pada tujuan yang dapat dicapai; penyelarasan tujuan dan sarana; dan, pertama dan terutama, dukungan untuk mitra kami dan, tentu saja, Israel tidak ada duanya," ujar pejabat tersebut seperti dilansir laman Middle East Monitor, Jumat (27/8).

Baca Juga

Kendati demikian, pekan lalu seorang dari Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem menilai kebijakan AS di Afghanistan merugikan Israel. "Ketika AS dipandang lemah, dalam istilah yang paling sederhana, itu buruk bagi Israel," kata seorang rekan senior di Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem dan mantan direktur kebijakan luar negeri di Dewan Keamanan Nasional Israel, Micky Aharonson seperti dikutip laman Time of Israel, Jumat (27/8).

Menurutnya, gagasan bahwa aparat intelijen paling canggih di dunia salah membaca sebuah negara yang kontak erat selama dua dekade akan membuat penilaian mengenai kemampuan AS membaca kawasan Timur Tengah. Hal itu terutama setelah serangkaian kegagalan intelijen tingkat tinggi di Irak, Iran, Libya, dan lainnya.

Sementara itu, rekan senior di Institut Yahudi untuk Keamanan Nasional Amerika, John Hannah mengatakan, setiap kali negara paling kuat di dunia mengalami kegagalan kebijakan luar negeri, itu akan memiliki efek internasional yang luas. Hal itu termasuk untuk negara sekutu seperti Israel yang mendasarkan begitu banyak pencegahan dan keamanan nasional pada kredibilitas strategis kedua negara.

Baca juga : Biden Ubah Agenda Setelah Tentara AS Tewas di Afghanistan

"Bahkan jika Israel tidak secara langsung terancam, banyak tetangganya yang lebih lemah di Teluk Arab dan di tempat lain mungkin, sehingga merugikan situasi keamanan Israel sendiri," kata dia memperingatkan. Di seluruh Timur Tengah, pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban telah menambah penilaian menyusutnya pengaruh Amerika di wilayah tersebut.  

Di samping itu, dalam pertemuan pertama Presiden AS Biden dengan Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett, Presiden AS akan memperkuat komintmennya terhadap negara pendudukan dan sekutu AS lainnya di wilayah tersebut. Terlepas dari optimistis di belakang pemerintahan Biden, terdapat realisme baru di AS atas apa yang dapat dicapai.

Namun belum ada rencana perdamaian baru akan diumumkan pada pertemuan Biden dan Bennett. Bennett menghadiri pertemuan setelah membuat janji baru bahwa tidak akan ada negara Palestina merdeka di bawah pengawasannya. Sebagai mantan pemimpin pemukim yang menentang pembentukan negara Palestina, Bennett mengatakan bahwa tidak akan ada penyelesaian konflik dengan Palestina di masa mendatang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement