Jumat 27 Aug 2021 15:17 WIB

KESDM: Pelanggan PLTS Atap Bisa Ekspor Listrik 100 Persen

Saat ini kebijakan ekspor listrik hanya diperbolehkan sebesar 65 persen.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Seorang warga melintas di bawah panel surya Terminal Tirtonadi, Solo, Jawa Tengah (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww.
Seorang warga melintas di bawah panel surya Terminal Tirtonadi, Solo, Jawa Tengah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian ESDM akan merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 untuk menggenjot pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Hal ini tersebut dilakukan karena pemanfaatan PLTS atap masih minim.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, dalam revisi ini pemerintah akan mengubah ketentuan ekspor listrik dari yang saat ini berlaku 65 persen menjadi 100 persen. "Angka 65 persen ini dianggap belum menarik, kenapa dianggap belum menarik, selama 3,5 tahun setelah dimulai itu baru 35 MW," ujar Dadan dalam konferensi pers, Jumat (27/8).

Dalam Pasal 6 Ayat 1 Permen ESDM 49 Tahun 2018 dijelaskan, energi listrik pelanggan PLTS atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor impor dikali 65 persen. Kemudian, di Ayat 2 disebutkan, perhitungan energi listrik pelanggan PLTS atap dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh impor dengan kWh ekspor.

Di Ayat 3, dalam hal jumlah energi listrik yang diekspor lebih besar dari jumlah energi yang diimpor pada bulan berjalan, selisih akan diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai pengurang tagihan bulan berikutnya.

Selanjutnya, di Ayat 4 dijelaskan, selisih lebih yang diperhitungkan sebagaimana dimaksud Ayat 3 diakumulasikan paling lama 3 bulan untuk perhitungan periode tagihan listrik bulan Januari sampai dengan Maret, April sampai dengan Juni, Juli sampai dengan September, atau Oktober sampai dengan Desember.

Pasal 6 Ayat 5 menjelaskan, dalam hal akumulasi selisih lebih sebagaimana dimaksud pada Ayat 4 masih tersisa setelah perhitungan periode tagihan listrik bulan Maret, Juni, September dan Desember untuk tahun berjalan, selisih lebih dimaksud akan dinihilkan dan perhitungan lebih dimulai kembali pada periode tagihan listrik April, Juli, dan Oktober tahun berjalan atau bulan Januari tahun berikutnya.

Dadan mengatakan, dalam revisi aturan yang baru kelebihan akumulasi selisih tagihan yang akan dinihilkan diperpanjang dari semula 3 bulan menjadi 6 bulan. "Jadi tidak bisa, misalkan, kita nabung, kemudian dipakai kita tahun depan itu tidak bisa, pasti akan di-nol-kan. Sistemnya akan meng-nol-kan, ini untuk memastikan terjadi kepastian di dalam penyediaan listrik baik oleh konsumen maupun oleh PLN," katanya.

Selanjutnya jangka waktu permohonan PLTS atap akan dipersingkat dari semula 15 hari menjadi 12 hari untuk yang dengan perubahan perjanjian jual beli listrik (PJBL). Lalu, 5 hari untuk yang tanpa perubahan PJBL. "Mekanisme pelayanan diwajibkan berbasis aplikasi," tambah Dadan.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement