REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Pemerintah Myanmar akan menyediakan vaksin COVID-19 untuk minoritas Muslim Rohingya. Myanmar juga memastikan tidak ada yang akan tertinggal dalam kampanye inokulasinya.
Juru bicara militer yang berkuasa Zaw Min Tun mengatakan, pihak berwenang membuat kemajuan dalam mengurangi infeksi virus corona dan meningkatkan vaksinasi yang bertujuan untuk menginokulasi setengah dari populasi Myanmar pada akhir tahun ini. "Vaksinasi akan mencakup orang-orang Rohingya di distrik Maungdaw dan Buthidaung yang berbatasan dengan Bangladesh," kata Zaw Min Tun, dilansir reuters, Jumat (27/8).
Dia menyebut mereka sebagai "Bengali", istilah yang digunakan selama beberapa dekade di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha untuk menyebut warga Rohingya, sebuah kelompok yang dianggap banyak orang sebagai imigran yang tidak diinginkan dari negara tetangga Bangladesh.
"Mereka juga orang-orang kami. Kami tidak akan meninggalkan siapa pun," kata Zaw Min Tun pada konferensi pers reguler, Jumat.
Tidak segera jelas apakah kampanye vaksinasi akan meluas ke Muslim Rohingya yang tinggal di kamp-kamp padat di Negara Bagian Rakhine dan apa kriteria kualifikasinya. Myanmar melaporkan 2.635 kasus baru virus corona dan 113 kematian tambahan pada Kamis (26/8), meskipun jumlah kasus harian dan kematian yang dilaporkan telah turun dari puncaknya pada Juli.
Ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh selama operasi militer pada 2017 dan mereka yang tetap mengeluhkan diskriminasi dan perlakuan buruk di negara yang tidak mengakui mereka sebagai warga negara. Masalah ini sangat sensitif di Myanmar, di mana permusuhan terhadap Rohingya sangat dalam.
Kelompok hak asasi internasional mengatakan ratusan ribu etnis Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan harus berhak atas kewarganegaraan daripada didiskriminasi dan dicap sebagai imigran ilegal. Seorang administrator yang ditunjuk junta awal bulan ini mengatakan tidak ada rencana untuk memasukkan Rohingya di kamp-kamp dekat ibu kota Negara Bagian Sittwe.
Sedikitnya 700.000 Rohingya melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh pada 2017 selama operasi oleh tentara di bawah komando Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang sekarang menjadi perdana menteri dan kepala junta Myanmar. Penyelidik PBB mengatakan operasi itu dilakukan dengan "niat genosida" tetapi tentara membantahnya dan mengatakan tindakan itu ditujukan untuk melawan "teroris" Rohingya.