REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan kepada Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett, bahwa ia mengutamakan diplomasi untuk mengendalikan program nuklir Iran. Hal ini diungkapkan dalam pertemuan kedua pemimpin di Gedung Putih pada Jumat (27/8).
Namun, Biden mengatakan, jika negosiasi gagal, ia akan siap untuk beralih ke opsi lain yang tidak ditentukan. Setelah penundaan satu hari karena bom bunuh diri yang mematikan di Kabul selama evakuasi AS di Afghanistan, Biden dan Bennett mengadakan pertemuan pertama mereka yang berfokus bahas Iran.
Dalam sambutan singkat sebelum wartawan diantar keluar dari Ruang Oval, kedua pemimpin menyinggung Iran. Iran menjadi salah satu masalah paling pelik antara pemerintahan Biden dan Israel, tetapi kebanyakan mereka menutupi ketidaksepakatan mereka.
Biden mengatakan, dia dan Bennett membahas ancaman dari Iran. Mereka juga membahas komitmen kedua negara untuk memastikan Iran tidak pernah mengembangkan senjata nuklir.
"Kami mengutamakan diplomasi dan kami akan melihat ke mana itu akan membawa kami. Tetapi jika diplomasi gagal, kami siap untuk beralih ke opsi lain, " kata Biden, tanpa menjelaskan secara spesifik.
Sementara Bennett diperkirakan akan menekan Biden untuk mengeraskan pendekatannya ke Iran. Dia juga akan mendesak AS mundur dari negosiasi yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir internasional dengan Teheran yang ditinggalkan Trump.
Negosiasi AS-Iran terhenti karena Washington menunggu langkah selanjutnya oleh presiden garis keras baru Iran. "Saya senang mendengar kata-kata Anda yang jelas bahwa Iran tidak akan pernah bisa mendapatkan senjata nuklir," kata Bennett kepada Biden.
"Anda menekankan bahwa Anda akan mencoba jalur diplomatik, tetapi ada pilihan lain jika itu tidak berhasil," ujarnya menambahkan.
Sumber:
https://www.reuters.com/world/biden-due-talk-iran-with-israels-bennett-after-afghan-bombing-delay-2021-08-27/