REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pasukan Inggris akan mengakhiri evakuasi warga sipil mereka dari Afghanistan pada Sabtu (28/8). Namun ratusan warga setempat yang berhak menjadi pemukim di Inggris kemungkinan akan ditinggal. Demikian disampaikan kepala angkatan bersenjata Jenderal Nick Carter.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan pada Jumat (27/8) bahwa negara itu memasuki jam-jam terakhir evakuasi dan hanya akan memproses orang-orang yang sudah berada di dalam bandara Kabul. "Kami memiliki beberapa pesawat sipil untuk diterbangkan, tetapi (jumlahnya) sangat sedikit sekarang," kata Carter kepada BBC.
"Kami mencapai akhir evakuasi, yang akan berlangsung sepanjang hari ini. Dan kemudian akan perlu untuk membawa pasukan kami keluar dengan pesawat yang tersisa," kata dia menambahkan.
Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan bahwa mereka telah mengevakuasi lebih dari 14.500 warga Afghanistan dan Inggris dalam dua pekan terakhir sejak Taliban menguasai negara itu. Wallace memperkirakan 800 hingga 1.100 warga Afghanistan yang telah bekerja dengan Inggris dan memenuhi syarat untuk meninggalkan negara itu tidak akan dapat dievakuasi.
Carter memperkirakan jumlah mereka akan mencapai ratusan.Banyak warga Afghanistan yang tidak dapat pergi menganggap terlalu berbahaya untuk melakukan perjalanan ke bandara Kabul.
"Orang-orang seperti saya ... kami terus menerima pesan dan teks dari teman-teman Afghanistanyang sangat menyedihkan. Kami menjalani ini dengan cara yang paling menyakitkan," ujar Carter.
Inggris adalah sekutu utama Washington sejak awal invasi pasukan sekutu pimpinan AS ke Afghanistan pada 2001 dan menggulingkan Taliban yang berkuasa pada saat itu.
Berbicara kepada Sky News, Carter mengatakan Inggris dan sekutunya mungkin akan bekerja sama dengan Taliban di masa depan untuk mengatasi ancaman dari kelompok militan ISIS.
Kelompok itu menjadi musuh negara-negara Barat dan Taliban serta bertanggung jawab atas bom bunuh diri di luar bandara Kabul pada Kamis (26/8) yang menewaskan puluhan orang, termasuk 13 anggota militer AS.
"Jika Taliban mampu menunjukkan bahwa mereka dapat berperilaku seperti pemerintah normal dalam kaitannya dengan ancaman teroris, kami mungkin dapat beroperasi bersama," kata Carter.