Ahad 29 Aug 2021 13:25 WIB

Alasan Mengapa Zuhud Lebih Mulia Dibandingkan Ahli Ibadah

Orang yang zuhud mempunyai kelebihan dibandingkan ahli ibadah

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Orang yang zuhud mempunyai kelebihan dibandingkan ahli ibadah. Ilustrasi ibadah
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Orang yang zuhud mempunyai kelebihan dibandingkan ahli ibadah. Ilustrasi ibadah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama sufi terkemuka sekaligus pendiri Tarekat Syadziliyah, Syekh Abu Hasan Asy Syadzili mengungkapkan perbedaan seorang ahli ibadah dengan orang yang zuhud. 

Selain itu, dia juga menjelaskan beberapa derajat para kekasih Allah SWT dan para shiddiqun.

Baca Juga

Asy Syadzili menuturkan, para ahli ibadah melandasi perbuatan mereka dengan berpatokan pada sepuluh dasar, yaitu puasa, sholat, dzikir, membaca Alquran, doa, istighfar, rendah hati, menangis, menyendiri, dan mendapatkan rezeki dengan cara yang halal. Alas pijakan mereka adalah dzikir.

Sementara, lanjutnya, orang yang zuhud memiliki nilai tambah dengan empat sifat, yaitu zuhud di dunia secara umum, zuhud di antara manusia secara khusus, menyingkap kegaiban kerajaan Allah, serta memilik pengalaman rohani dan derajat spiritual (maqam) para tokoh.

“Kebiasaan mereka (orang zuhud) adalah berpikir,” kata Asy Syadzili dikutip dari buku Risalah al-Amin: Wejangan yang Mengantarkan Kita Sampai Kepada-Nya terbitan Turos Pustaka.

Lebih lanjut, dia pun mengungkapkan beberapa derajat yang dimiliki para wali Allah. 

Menurut dia, bagi para wali Allah dibentangkan ilmu, makrifat, cahaya, cinta, tauhid, yakin, tersingkapnya kegaiban, keteguhan akan hal-hal gaib, dan menyelidiki yang fana dengan menetapkan cahaya-cahaya kekekalan. Dasarnya adalah cinta yang bercabang atau al-mahabbah al-fara’iyyah.

Sementara, para shiddiqun memulai perjalanan spiritual dengan lima dasar, yaitu melipat wujud dari hati (sirr) mereka, tersingkapnya suatu peristiwa yang ada di dunia dan akhirat bagi arwah-arwah mereka, muraqqah (selalu mengawasi) hati, menjaga akal, dan menundukkan nafsu.

“Adapun lima hal yang dilakukan pada akhir perjalanan mereka adalah memperoleh mahabbah, yakin, beribadah, persahabatan yang kokoh, dan sifat keabadian. Dasar mereka adalah cinta yang murni (al-mahabbah al-ashliyyah),” jelas Asy Syadzili. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement