REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Islam diperkirakan masuk Nusantara pada 30 Hijriyah/651 Masehi. Ketika itu, Khalifah Usman bin Affan mengirimkan utusannya ke China untuk memperkenalkan negara Islam yang baru berdiri dan beberapa kali mampir ke daratan Nusantara.
Utusan itu mampu membangun relasi perdagangan di pantai Sumatra bagian barat pada 674 Masehi. Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Nur Kholis mengatakan, Aceh menjadi daerah pertama kunjungan tersebut.
Hal ini kemudian dibuktikan dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di daerah tersebut bernama Samudra Pasai. Catatan penjelajah Marco Polo juga menyatakan ada banyak orang Arab menyebarkan agama Islam di Pasai pada 692 Hijriyah/1292 Masehi.
Laporan Ibnu Battutah, seorang penjelajah dari Maroko, juga mencatat ada sekolah Syafi'i di Aceh 746 Hijriyah/1345 Masehi. Makam Fatimah binti Maimun di Gresik bertulis 475 Hijriyah/1082 Masehi juga jadi bukti kehadiran Islam di Pulau Jawa.
Nur berpendapat, masuknya Islam ke tanah Jawa tidak lepas dari peran besar Wali Songo yang mampu menyebarkan agama Islam dengan menggunakan pendekatan budaya yang ada. Sehingga, Islam bisa diterima dengan relatif mudah oleh penduduk lokal.
"Islamisasi massal terjadi di Indonesia abad 9 Hijriyah yang didukung kemunculan kekuatan politik Islam lewat berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon dan Ternate," dalam webinar pengenalan Indonesia ke mahasiswa asing UII, Sabtu (28/8).
Ia menuturkan, proses Islamisasi bersamaan dengan memudarnya pengaruh kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara seperti keruntuhan Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Cara Islam datang beda dengan Portugis dan Spanyol yang datang sebagai penakluk.
"Sedangkan, Islam hadir dengan cara damai dan menyebarkan semangat rahmatan lil alamin," ujar Nur.
Nur turut membandingkan kehadiran Islam di Indonesia sebagai wasathiyah melalui Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Berbeda metode penyebaran di Asia Selatan yang kental konflik, banyak sekte dan tidak ada keseimbangan hadirkan wasathiyah.
Hal hampir sama hadir di Barat melalui Islamophobia, konflik antar Muslim yang memiliki latar belakang negara dan mazhab berbeda serta tendensi intelektual. Meski negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia menganut sistem demokrasi.
Selain itu, level toleransi di Indonesia cukup tinggi, salah satunya ditunjukkan melalui hubungan Islam dan Pancasila. Pancasila sendiri, lanjut Nur, merupakan sebuah ideologi Indonesia yang cukup mengakomodasi berbagai aspek keagamaan.
"Bahkan, tokoh-tokoh Muslim menerima Pancasila yang dijadikan sebagai bagian dari kalimah al-sawa dan penengah antara pemikiran sekuler dan negara Islam," kata Nur.