REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merevisi peraturan terkait honorarium pejabat daerah. Ini menyusul honor pemakaman yang diberikan kepada kepala daerah di Jember, Jawa Timur.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman menjelaskan revisi harus dilakukan karena ada kekhawatiran ada kepala daerah lain yang mendapatkan atau memanfaatkan situasi yang sama. Pemberian honorarium pejabat daerah diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2021.
“Secara legal, memang diatur di Permendagri,” kata dia kepada wartawan, Ahad (29/8).
Pada masa pandemi Covid-19 dengan banyak orang yang meninggal dan dikubur akibat Covid-19, ia mengatakan, tidak etis jika kepala daerah malah mendapat honor dari pemakaman. “Harus dilihat juga asas kepatutan, proporsionalitas, akuntabilitas dan perhatikan pula efektif serta efisiensinya. Dalam kasus honor untuk bupati Jember kemarin sudah melanggar, dan sangat tidak pantas," kata Herman.
Sebelumnya, Bupati Jember Hendy Siswanto dan sejumlah pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember menerima honor sebagai tim pemakaman jenazah pasien Covid-19. Bupati dan beberapa pejabat mengeklaim sudah mengembalikan dan menyumbangkan honor yang mereka terima tersebut.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian mengakui honorarium dapat diberikan kepada pejabat sepanjang pejabat tersebut berkontribusi nyata dalam kegiatan. Kaitannya dengan pemakaman, honor itu diberikan kepada pekerja penggali kubur, tentu dapat honorarium itu.
Namun, ia mengingatkan, jangan menyiasati kegiatan penanganan Covid-19 untuk bisa menambah insentif di luar gaji dan tunjangan para pejabat.