Senin 30 Aug 2021 09:11 WIB

Menkop: Permintaan Ekspor Produk UMKM Tinggi Saat Pandemi

Meski permintaan ekspor banyak, hanya saja UMKM terkendala kontainer.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ferry kisihandi
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berbincang dengan pelaku UKM di Hallway Space Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/6/2021).
Foto: ANTARA/RAISAN AL FARISI
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berbincang dengan pelaku UKM di Hallway Space Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/6/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengungkapkan, sebenarnya permintaan ekspor produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat tinggi di tengah pandemi. Hanya saja masih terdapat berbagai kendala, mulai dari kapasitas produksi hingga ketersediaan kontainer.

"Walaupun sebenarnya permintaan ekspor juga banyak seperti produk-produk furnitur, kopi, buah-buahan tropik dan macam-macam kuliner. Hanya saja kita terkendala kontainer," kata Teten melalui siaran pers, Senin (30/8).

Kelangkaan kontainer, kata dia, masih menghantui permasalahan logistik saat ini, khususnya di perdagangan ekspor impor. Jika pun bisa diusahakan, mesti ada tambahan biaya pengiriman yang cukup mahal. 

Kondisi tersebut, lanjutnya, tak hanya dihadapi oleh pengusaha besar, tetapi juga UMKM berorientasi ekspor. Teten menambahkan, terkait biaya pengiriman itu secara khusus masih dibicarakan dan dirumuskan oleh Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lintas kementerian, sehingga belum ada skema tepat. 

"Saya sedang pelajari bagaimana di negara lain. Memang harus dihitung jika ada biaya tambahan kontainer seberapa besar kebutuhannya dan berapa kali lipat dari nilai subsidi nanti bisa diberikan kepada transaksi ekspornya," jelas dia.

Dirinya mengatakan, saat ini sedang membidik UMKM potensi ekspor, yang memiliki permintaan pasar atau market demand, tetapi rantai pasok atau supply chain-nya masih berantakan. "Misal soal briket dari tempurung kelapa dan gula semut, saya baru tahu kalau permintaannya dari luar negeri itu besar dan di Indonesia bisa diekspansi lagi," kata Teten. 

Meski permintaan dua produk itu tinggi, sambungnya, tetapi dari hasil pantauannya di Sulawesi dan Jawa Barat, pelaku UMKM di sana tidak bisa memenuhi permintaan karena berbagai kondisi. Mulai dari kapasitas produksi sampai manajemennya. Sementara saat ini kontribusi ekspor UMKM masih rendah yakni sebesar 14,37 persen. 

Dalam kondisi sekarang, menurutnya, UMKM perlu fokus pada pasar dalam negeri yang bisa menyubstitusikan produk impor, seperti buah-buahan maupun fashion muslim yang dibatasi impornya. Teten mengatakan, jika nanti ekonomi bisa segera pulih seutuhnya, diharapkan sektor konsumsi dalam negeri yang bisa terus naik.

Seperti diketahui, ekonomi Indonesia ditopang konsumsi rumah tangga hingga 53 persen. Maka melalui pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), ia optimistis kegiatan ekonomi segera terdongkrak. 

"Jadi sekarang program kami terus memikirkan bagaimana UMKM survival, dan menyiapkan juga transformasi UMKM pascaCovid-19 nanti," tuturnya.

Teten mengakui, bertahan menjadi salah satu strategi yang bisa dilakukan pelaku UMKM dalam menghadapi ancaman Covid-19. Pada saat sama, pemerintah bersama Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) juga terus menjalankan strategi pemulihan ekonomi nasional (PEN), dengan berbagai kebijakan yang mengakomidir kepentingan UMKM. Mulai dari restrukturisasi hingga Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM). 

"Strategi kita saat ini adalah bagaimana bertahan lebih dahulu. Daya beli masyarakat turun, sementara kebutuhan masyarakat prioritas pada kebutuhan pokok. Jadi sektor ini (UMKM) di masa survival yang terus kita dorong," tegas Teten.

 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement