REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) resmi melantik Nashir Efendi sebagai Ketua Umum IPM periode 2021-2023. Nashir Efendi menggantikan Hafizh Syafa'aturrahman yang telah mengemban tugas selama periode 2018-2020.
Pelantikan mengusung tema The Great Shifting: Mencari Platform Gerakan Pelajar di Era Pandemi. Turut memberikan amanat Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy
Dalam sambutannya, Nashir mengatakan, hari ini generasi dihadapkan perkembangan teknologi yang sangat cepat, bahkan mampu memahami diri sendiri. Ini menjadi tantangan sebagai pribadi yang berkemajuan agar bisa bersahabat dengan teknologi.
Terlebih, pada masa pandemi karena kita semua harus selalu bisa melakukan adaptasi menggunakan media-media yang ada dalam rangka memajukan organisasi dan kaderisasi. Sebab, teknologi turut menghilangkan sekat-sekat geografis dan administratif.
Tapi, ia mengingatkan, teknologi menimbulkan persoalan rumit seperti di institusi sosial, hubungan antar manusia, kesehatan, pendidikan dan kejiwaan. Meski begitu, Indonesia harus mampu ikut dalam perkembangan dan jadi bagian kemajuan teknologi.
"Bagaimana kita menyiapkan diri menjadi bangsa yang memiliki karakter, nilai, kebersamaan dan sosial kuat di tengah arus revolusi teknologi masa depan, memanfaatkan teknologi dalam mencerdaskan manusia," kata Nashir, Senin (30/8).
Belum lagi, lanjut Nashir, dalam media sosial banyak terlihat polarisasi ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Yang mana, kerap membuat pelajar kebingungan menentukan kiblat kebenaran dan kebaikan pada masa mendatang yang juga menjadi tugas IPM.
IPM, kata Nashir, akan hadir dalam rangka memoderasi media sosial, merebut narasi keislaman, dan keilmuan. Ia melihat, itu jadi sangat penting di tengah fenomena banyaknya pelajar yang memilih jalan-jalan yang ke luar dari moderasi keislaman.
"IPM sebagaimana alat ukur pelajar yang memiliki nilai keislaman dan keilmuan, wajib hadir menjadi sumber rujukan utama agama Islam yang renyah, mampu dicerna berbagai kalangan, dan mempertahankan substansi ajaran Islam yang sesuai Muhammadiyah," ujar Nashir.
Selain itu, kondisi ini diperparah banyaknya isu yang membenturkan negara dan agama serta membenturkan satu sama lain. Menurut Nashir, ini menjadi tantangan tersendiri bagi IPM untuk menjernihkan suasana memberikan keharmonisan.
"Agar kita tidak bisa ikut arus ke kanan atau ke kiri, namun kita tetap memiliki independensi, memiliki kebenaran, bahkan bisa memberikan kemajuan dan pencerdasan bagi kalangan masyarakat, terutama di media sosial," katanya.