Dekan FH UMP Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum
Rep: Eko Widiyatno/ Red: Muhammad Fakhruddin
Dekan FH UMP Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum. Universitas Muhammadiyah Purwokerto | Foto: wordpress.com
REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Satu lagi staf pengajar Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), meraih gelar doktor. Dosen yang meraih gelar strata III ini adalah Soediro, yang kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Mantan Kepala Biro Publikasi dan Admisi UMP, meraih gelar doktor dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Dalam disertasinya, Soediro mengangkat judul 'Prinsip Partisipasi Publik dalam Perencanaan Tata Ruang untuk Mewujudkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Studi di Provinsi Jateng dan DIY)'. Hadir sebagai Promotor yakni Prof Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, dan Co-Promotor Dr Lego Karjoko.
Menurutnya, dia mengangkat judul tersebut dalam disertasinya untuk mengetahui dan mengkritisi sejauh mana partisipasi publik dilibatkan dalam perencanaan tata ruang dengan terwujudnya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan menemukan solusi bagaimana seharusnya pengaturan partisipasi publik dalam perencanaan tata ruang.
''Jenis penelitian ini lebih bersifat penelitian yuridis normatif yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam praktek pelaksanaannya yakni menyangkut perencanaan tata ruang,'' jelasnya, Senin (30/8).
Dr Soediro mengungkapkan, dalam penelitiannya dia mengumpulkan data di tiga wilayah kabupaten. Antara lain, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Klaten Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman Provinsi DIY.
Dari hasil penelitian ini, dia berkesimpulan perencanaan tata ruang di Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman telah berorientasi terwujudnya LP2B. Selain itu, prinsip partisipasi publik menjadi acuan dalam perencanaan tata ruang untuk terwujudnya LP2B. ''Dalam penyusunan perencanaan tata ruang RTRW, pemerintah daerah di ketiga kabupaten tersebut telah membuka forum dialog,'' jelasnya.
Namun dia menyebutkan, pola partisipasi yang digunakan lebih bersifat konsultasi sehingga tidak ada keharusan masukan yang berasal dari masyarakat, menjadi bagian dari Perda RTRW yang akan dibuat.
Di sisi lain, Sudiro juga menyatakan, peran serta masyarakat tergolong masih sangat rendah dalam mencegah alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Sebagai contoh, ketika lahan pertanian akan dibangun perumahan, masyarakat justru lebih banyak memberi dukungan.
''Dukungan dari masyarakat ini diberikan dengan berbagai alasan. Antara lain, agar lebih banyak tersedia lapangan pekerjaan, serta agar harga tanah di lingkungan mereka menjadi lebih mahal,'' katanya.