Selasa 31 Aug 2021 06:19 WIB

Beda Nasib Lili Pintauli dan Stepanus Robin

Dewas KPK menyatakan Lili tidak menerima apapun dari pihak yang berperkara.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8/2021). Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena penyalahgunaan jabatan berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Foto: Antara/Reno Esnir
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8/2021). Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena penyalahgunaan jabatan berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) telah memberikan sanksi berat terhadap Wakil Ketua Lili Pintauli Siregar akibat melanggar kode etik. Lili diberikan hukuman pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Ketua Majelis Sidang Etik Tumpak Hatorangan dalam persidangan, Senin (30/8).

Baca Juga

Lili dinilai telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi. Dia berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 2 Huruf b serta Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020.

Pelanggaran Lili Pintauli Siregar agak mengingatkan dengan pelanggaran etik serupa yang dilakukan mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Penyidik asal kepolisian itu dinilai Dewas melanggar Peraturan Dewas Nomor 02 Tahun 2020 Pasal 4 ayat 2 huruf a, b, dan c.

Perbedaannya, Dewas memberikan putusan dengan memberhentikan Stepanus secara tidak hormat setelah melanggar etik lantaran menyalahgunakan surat penyidik untuk kepentingan pribadi. Sedangkan dalam perkara Lili, Dewas yang mengaku hanya mengurusi masalah etik menghukum pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen. 

PP Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK menyebutkan gaji pokok wakil ketua KPK sebesar Rp 4,6 juta sehingga pemotongannya sebesar Rp 1,8 juta.

photo
Tersangka mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (kiri) - (Antara/Reno Esnir)

Perbedaan ini juga karena Dewas menyatakan Lili tidak terbukti menerima apapun dari terdakwa Wali Kota Tanjung Balai non aktif, M Syahrial. "Dari hasil pemeriksaan ini tak ada yang diterima maupun sifatnya menggagalkan. Tidak ada," kata Tumpak.

Sebaliknya pada putusan terkait Stepanus pada 31 Mei 2021 lalu, Dewas menyatakan mantan penyidik itu menikmati uang suap Rp 1,5 miliar terkait penanganan dugaan korupsi, salah satunya di Kota Tanjungbalai.

Soal dugaan pelanggaran pidana terhadap Lili, Dewas mengatakan penerapan Pasal 36 juncto Pasal 64 dalam UU KPK atau tindak lanjut pidana bukanlah ranah mereka. Kendati demikian, Dewas mempersilakan Direktorat Penindakan KPK untuk menindaklanjuti hasil sidang etik terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

"Mengenai apakah akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Penindakan atau bagaimana bukan kewenangan Dewan Pengawas. Kami hanya sebatas etik dan sudah diputus selanjutnya diserahkan saja kepada yang berwenang," kata anggota Dewas, Albertina Ho.

Pasal 36 ayat 1 menyatakan, pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun. Pelanggaran Pasal 36 diatur dalam pasal 65, yakni pidana penjara selama maksimal lima tahun. 

Kondisi ini membuat bola ada di tangan pimpinan KPK. Pada kasus Stepanus, KPK menetapkannya sebagai tersangka.

Pada kasus Lili, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto mengatakan, publik akan menunggu keputusan pimpinan. "Pada akhirnya, publik akan menunggu, apakah Pimpinan KPK akan sungguh-sungguh menggunakan momentum putusan Dewas untuk mengembalikan kehormatan KPK dengan menindaklanjuti putusan Dewas KPK," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement