Kasus Jual Beli Jabatan, Pengamat: Sistem Birokrasi Buruk
Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (kanan) bersama suaminya yang merupakan anggota DPR RI Hasan Aminuddin (kiri) dihadirkan pada konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (31/8) dini hari. KPK menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suamiya Hasan Aminuddin serta 20 orang lainnya sebagai tersangka atas kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo, Jawa Timur Tahun 2021. Republika/Thoudy Badai | Foto: Republika/Thoudy Badai
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra menanggapi terkait praktik jual beli jabatan yang dilakukan oleh Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya. Menurutnya, keterlibatan orang terdekat (suami istri) sebagai pelaku utama penerima suap menunjukkan fungsi atasan semakin tidak jelas sekaligus menunjukkan sistem birokrasi yang buruk.
Dikatakannya, dalam setahun ini, kasus jual beli jabatan dapat mencapai ratusan triliun nilainya. "Jadi, ini kasus kelas kakap, uang yang besar nilainya ini jadi candu dan buat ketagihan bagi pejabat yang punya kewenangan. Mereka ini melakukan hal yang bertentangan dan melalaikan tugas serta kewajiban," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (31/8).
Maka dari itu, ucap Azmi, pejabat yang melakukan jual beli jabatan ini, semestinya diterapkan dengan hukuman yang maksimal. "Hukumannya harus maksimal, untuk menimbulkan efek jera," tegasnya.
Menurut dia, jual beli jabatan ini disebabkan oleh kewenangan para pejabat yang disalahgunakan. Untuk mengejar dan mempertahankan kekuasaan, memuaskan kekuasaan pribadi serta masih menerapkan tradisi birokrasi yang tidak adaptif dengan perubahan kekinian.
"Mereka para pimpinan tidak mau belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Mereka ini masih punya slogan keliru, mumpung masih menjabat sehingga kok masih bisa dipersulit kenapa nggak dipermudah saja," kata dia.
Azmi mengatakan, dari keyakinan itu, akhirnya pendekatan apresiasi dan jabatan diberikan kepada orang yang berani memberi uang dan upeti pada pimpinan. Sehingga, keduanya sama-sama merasa mendapatkan keuntungan.
"Inilah perilaku mentalitas sebagian pegawai negeri sipil demi jabatan yang melakukan apa saja, termasuk demi memperoleh dukungan partai politik, gesekan konflik dan dinamika hubungan antara politisi dan partai politik yang tidak mendukung dalam mendapatkan jabatan pun, selalu jadi celah melalui menyuap untuk atas nama mendapat jabatan," kata dia.
Seharusnya, kata dia, para ASN memberikan keteladanan, berani menolak untuk menduduki jabatan strategis dengan cara memberikan uang karena pada akhirnya jabatan yang diperoleh dengan jual beli jabatan akan menambah permasalahan baru dan lingkungan kerja yang korup. Maka dari itu, kembalikanlah budaya kejujuran, sadar diri dan tahu malu. Ini yang penting dan harus diingat.
"Jabatan yang dibeli dengan uang hanya akan menambah merasa bersalah pada diri sendiri dan cenderung dalam aktifitas jabatannya berkhianat terhadap sumpah jabatan," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya yang merupakan anggota DPR RI Hasan Aminuddin sebagai tersangka suap lelang jabatan kepala desa (kades). KPK juga menetapkan 20 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus serupa.
"KPK menyesalkan terjadinya jual beli jabatan di tingkat desa yang dilakukan secara massal seperti ini," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa (31/8).
Suap diberikan kepada Bupati Puput dari para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintah Kabupaten Probolinggo yang ingin menjabat sebagai kades. Puput mematok harga Rp 20 juta per orang ditambah upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektare.
KPK menetapkan 18 ASN di lingkungan pemerintah kabupaten Probolinggo tersangka sebagai pemberi suap. Mereka adalah Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Ahkmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsuddin.
Sedangkan, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka penerima suap. Mereka adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari; Anggota DPR RI sekaligus mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin Camat Krejengan Doddy Kurniawan; dan Camat Paiton, Muhamad Ridwan.