REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Balita yang mengalami stunting di Kota Bandung mengalami peningkatan di masa pandemi Covid-19. Pada 2019, balita yang mengalami stunting mencapai 8.121 atau 6.51 persen sedangkan Agustus 2020 berada di angka 8,93 persen atau 9.567 orang dari 107.189 balita yang diukur.
"Angka absolut 9.567 dari 107.189 balita yang dilakukan pengukuran," ujar Kasi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Bandung, Nilla Avianty saat di acara Bandung Menjawab, Selasa (31/8).
Pada 2021, pihaknya masih melakukan pengukuran terhadap balita sehingga belum didapati angka yang mengalami stunting. Peningkatan balita yang stunting sebanyak 1.446 dari tahun 2019 ke tahun 2020 disebabkan terdapat temuan baru ditambah jumlah sasaran dan yang ditimbang menurun.
Nilla mengatakan, pandemi Covid-19 turut berdampak terhadap mobilitas masyarakat yaitu banyak balita yang pindah domisili akibat kondisi ekonomi. Pihaknya, saat ini, terus berupaya agar angka stunting dapat ditekan dengan intervensi program di 30 kelurahan pada tahun 2021 dan tahun 2021 mendatang.
Menurut dia, stunting terjadi disebabkan balita mengalami masalah gizi kronis akibat kekurangan asupan protein dalam jangka waktu yang lama. Proses tersebut berlangsung sejak ibu hamil hingga umur 2 tahun.
Ketua Pokja 4 TP-PKK Kota Bandung, Eulis Sumiyati mengatakan, PKK terlibat dalam upaya menurunkan angka stunting melalui program tanggap stunting dengan bergerak cepat. Beberapa yang dilakukan yaitu memberikan pangan sehat bagi 1.000 hari pertama kelahiran, ibu hamil, menyusui 0 sampai 6 bulan dan sampai 2 tahun.
"Kita berikan penyuluhan sepekan sekali, kita berikan protein dan tambahan buah-buahan," katanya.
Dia mengatakan, pangan sehat tidak harus mahal namun bisa diperoleh dengan harga yang murah. Pihaknya juga mendorong agar masyarakat dapat menciptakan area menanam di lingkungan rumah. Serta memberdayakan keluarga pra sejahtera melalui pelatihan keterampilan.
"Masalah utama (stunting) karena ekonomi jadi kita ingin memberdayakan kemandirian ekonomi. Mereka dilatih untuk cara mencukur rambut, menjahit agar minimal beli makanan sehat untuk keluarga bisa," katanya.
Eulis menambahkan, stunting dapat terjadi dipengaruhi pola makan, pola asuh dan sanitasi yang kurang baik. Pihaknya mendorong agar Kota Bandung nol angka stunting termasuk melatih 400 orang kader posyandu untuk menyosialisasikan tentang stunting.
"Stunting banyak faktor yang menentukan dia stunting. Datanya ada pendek dan pendek sekali yang diambil yang pendek sekali," katanya. Ia mengatakan masalah stunting tidak dapat diselesaikan singkat namun panjang dan yang dikerjakan saat ini baru dapat dilihat 10-20 tahun ke depan.
"Stunting bisa dicegah," katanya. Salah satu diantaranya di 1.000 hari pertama kelahiran bayi.