Selasa 31 Aug 2021 19:55 WIB

Penyintas Yaman Minta Kejahatan Perang Arab Saudi Diselidiki

Koalisi Arab Saudi terlibat perang di Yaman melawan Houthi sejak 2015.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Warga Yaman berjalan di antara runtuhan puing gedung yang hancur terkena serangan udara di Sanaa, Yaman, 7 Mei 2018.
Foto: AP/Hani Mohammed
Warga Yaman berjalan di antara runtuhan puing gedung yang hancur terkena serangan udara di Sanaa, Yaman, 7 Mei 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Penyintas perang di Yaman meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyelidiki koalisi Arab Saudi atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama konflik enam tahun. Pada Senin (30/8), yurisdiksi pengadilan atas Yordania, Senegal, Maladewa dan Sudan, badan keadilan internasional di London Guernica 37 mengajukan bukti ke ICC soal beberapa insiden atas nama korban, kerabat dan keluarga korban terbunuh.

Kelompok tersebut juga mendesak ICC menyelidiki warga Kolombia, Panama, El Savador, dan Cile yang dipekerjakan sebagai tentara bayaran oleh kontraktor militer swasta yang berbasis di Amerika Serikat (AS) atas nama Uni Emirat Arab (UEA). "Sebagai pengadilan terakhir, para korban dan keluarga tidak punya pilihan selain memanggil Pengadilan Kriminal Internasional untuk memastikan keadilan ditegakkan," kata salah satu pendiri Guernica 37, Almudena Bernabeu seperti dikutip laman Middle East Eye (MEE), Selasa (31/8).

Baca Juga

Arab Saudi dan sekutu regionalnya, termasuk UEA, memasuki perang pemerintah Yaman melawan pemberontak Houthi pada 2015. Mereka memulai kampanye pengeboman udara yang luas, serta blokade udara dan laut negara itu.

Koalisi yang dipimpin Saudi telah menjanjikan penyelidikannya sendiri atas insiden di mana warga sipil terbunuh atau cacat. "Saya membayangkan penyelidikan itu akan sama efektifnya dengan persidangan bagi para pelaku pembunuhan Jamal Khashoggi," kata salah satu pendiri Guernica 37 lain dan penasihat utama para pemohon, Toby Cadman.

"Saudi tidak memiliki catatan yang sangat baik dalam menyelidiki tindakan ini dengan benar," ujarnya menambahkan.

Koalisi Saudi telah melakukan setidaknya 22.766 serangan udara di Yaman, termasuk hingga 65.982 serangan udara individu sejak mulai membombardirnya. Angka itu dirangkum menurut data yang diterbitkan pada Maret, dengan kira-kira sepertiga mengenai situs non-militer, termasuk sekolah, daerah perumahan, dan rumah sakit.

PBB menyebut situasi di Yaman sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Perang tersebut menewaskan lebih dari 230 ribu orang meninggal, dan menyebabkan wabah penyakit, dan mendorong Yaman ke ambang kelaparan.

Pekan lalu, utusan khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths mengatakan di hadapan Dewan Keamanan PBB bahwa sekitar dua pertiga dari populasi Yaman, atau sekitar 20 juta orang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk kebutuhan sehari-hari.

Baik Yaman, Arab Saudi, atau UEA tidak menandatangani Statuta Roma, yang membentuk ICC, sehingga mereka tidak dapat diselidiki oleh Den Haag. Tetapi Yordania, Senegal, Maladewa, Sudan, Kolombia, dan negara-negara lain yang dikutip dalam pengajuan Guernica 37 telah menandatangani perjanjian itu, yang berarti mereka berada di bawah yurisdiksi ICC.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement