REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris berkoordinasi erat dengan Amerika Serikat dan tidak memaksa agar gerbang di bandara Kabul tetap di buka sebelum seorang pengebom bunuh diri menewaskan 13 tentara AS dan sejumlah warga sipil Afghanistan pada 26 Agustus. Pernyataan itu dikeluarkan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, Selasa (31/8).
Pada Senin (30/8), media politik Politico menyebutkan bahwa pasukan Amerika memutuskan untuk membiarkan gerbang Abbey Gate terbuka lebih lama daripada yang mereka inginkan supaya Inggris terus dapat mengevakuasi personel.
"Kami mengeluarkan staf sipil kami dari pusat pemrosesan melalui Abbey Gate, tetapi tidak benar untuk berpikir bahwa, selain mengamankan staf sipil kami di dalam bandara, kami memaksa agar gerbang dibiarkan terbuka," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab kepada Sky News, Selasa (31/8).
Dia mengatakan Inggris telah mengambil tindakan mitigasi, termasuk memperingatkan orang-orang untuk tidak datang ke bandara.
"Kami juga memindahkan tim sipil kami yang ada di Hotel Baron ke bandara, karena (berjarak) sepelemparan batu dari tempat serangan teroris terjadi, itu jelas tidak aman, tetapi langkah itu tidak mengharuskan Abbey Gate dibiarkan terbuka," kata Raab kepada BBC News.
Raab membela tanggapannya terhadap Taliban yang mengambil alih Afghanistan, dan menolak laporan bahwa dia gagal melakukan cukup persiapan. Raab, yang sedang berlibur saat Taliban merebut kendali di Afghanistan, tidak menelepon menteri luar negeri Afghanistan atau Pakistan dalam enam bulan sebelum krisis terjadi, menurut laporan Sunday Times.
"Politik adalah permainan kasar. Siapa pun yang meluangkan waktu selama krisis untuk memberikan laporan yang benar-benar tidak akurat dan tidak benar, saya khawatir tidak memiliki kredibilitas dan mungkin terlibat dalam penipuan," ujar dia.
Raab mengatakan Inggris telah mengamankan perjalanan bagi 17.000 orang, termasuk sekitar 5.000 warga negara Inggris sejak April, dan sisanya yang masih berada di Afghanistan berjumlah "beberapa ratus" orang.