REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Nigeria memprioritaskan vaksin AstraZeneca, Pfizer, Moderna, dan Johnson & Johnson. Ketua gerakan vaksinasi Covid-19 Nigeria pada Selasa (31/8) mengatakan vaksin Sinopharm akan digunakan di negara tersebut, namun tidak menjadi prioritas.
Kepala badan kesehatan utama Nigeria Dr. Faisal Shuaib mengatakan vaksin Sinopharm telah disetujui oleh regulator medis pusat "untuk penggunaan darurat". Namun peluncurannya tidak diprioritaskan.
"Kami tidak menginginkan situasi di mana mungkin ada 10, 20 vaksin yang secara global telah diakui atau terdaftar untuk penggunaan darurat, dan seluruh 20 vaksin ingin dikirimkan ke Nigeria, itu tidak masuk akal," katanya kepada wartawan.
"Kami memprioritaskan vaksin yang sudah kami kenal," kata Shuaib.
Ia menambahkan bahwa penggunaan vaksin lain, selain 4 vaksin tersebut akan tergantung pada ketersediaan serta bagaimana keadaan pandemi.
Shuaib sebelumnya menuturkan bahwa Nigeria berharap menerima 7,7 juta dosis vaksin Sinopharm melalui COVAX. COVAX adalah inisiatif yang bertujuan menyediakan vaksin untuk negara-negara berkembang.
Namun, ia tidak menjelaskan apakah dosis Sinopharm akan digunakan atau tidak dalam gerakan vaksinasi. Sejauh ini, 2,9 juta orang dari sekitar 200 juta penduduk Nigeria telah menerima dosis pertama. Sementara 1,4 juta orang telah mendapatkan dosis kedua.
Kendala utama vaksinasi di negara itu adalah kurangnya pasokan dan besarnya tingkat keraguan terhadap vaksin di sebagian besar populasi. Shuaib menyebutkan bahwa pekan lalu Nigeria telah menerima hampir 600.000 dosis vaksin AstraZeneca yang dipasok dari Inggris melalui inisiatif COVAX.
Kiriman itu merupakan yang terbaru dari serentetan donasi dari negara-negara maju. Nigeria juga sedang menantikan kedatangan puluhan juta dosis vaksin Johnson & Johnson dalam beberapa bulan ke depan, yang dibelinya melalui program Uni Afrika.