Rabu 01 Sep 2021 11:22 WIB

Bahaya Berdebat Perkara Khilafiyah Menurut Al Ghazali

Bahaya pertama ialah munculnya sikap dengki di antara kaum Muslim yang berdebat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Bahaya Berdebat Perkara Khilafiyah Menurut Al Ghazali
Foto: REUTERS/Damir Sagolj
Bahaya Berdebat Perkara Khilafiyah Menurut Al Ghazali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdebat terhadap perkara yang di dalamnya terdapat khilafiyah (perbedaaan) memiliki bahaya dan keburukan tersendiri. Hal ini dijelaskan oleh Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin terbitan Republika.

Al Ghazali menyampaikan perdebatan atas perkara khilafiyah dapat menimbulkan bahaya, keburukan, dan sangat merugikan akhlak kaum Muslim. Bahaya pertama ialah munculnya sikap dengki di antara kaum Muslim yang berdebat.

Baca Juga

Rasulullah SAW bersabda, "Sikap dengki memakan amal kebaikan seorang hamba seperti api yang melumat kayu bakar." (HR Abu Dawud dari jalur Abu Hurairah)

Menurut Al Ghazali, ketika orang berdebat, maka hampir tidak bisa terbebas dari rasa dengki dan benci terhadap lawan bicaranya. Dengki ibarat api yang baranya masih menyala. Orang yang terjerumus ke dalam rasa dengki akan mendapat dampak buruk di dunia.

Ibnu Abbas pernah berkata, "Tuntutlah ilmu di mana pun ia berada, dan jangan pernah kalian bersikap taat kepada setan yang kegemarannya hanya bertengkar (berdebat)."

Bahaya dan keburukan lainnya adalah takabur. Orang yang berdebat soal khilafiyah cenderung memunculkan sikap takabur di antara kaum Muslim yang berdebat.

Dalam hadits riwayat Imam al-Khathib dari Umar bin Khattab, Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Mukmin mustahil punya rasa takabur dalam qalbunya (hatinya)."

Dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman, "Keagungan adalah jubah-Ku, dan kesombongan adalah busana-Ku. Aku akan membinasakan orang yang bertengkar (berdebat) dengan mengenakan salah satu dari kedua pakaian-Ku itu." (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari jalur Abu Hurairah)

Rasulullah SAW juga bersabda, "Seorang Mukmin itu tidak diperkenankan (dilarang) menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan (kerendahan)." (HR Imam At Tirmidzi dan disahihkan beliau)

Karena itu, orang yang beriman dilarang menjerumuskan dirinya ke dalam kehinaan baik melalui sikap takabur dalam perdebatan atau tindakan hina lainnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement