REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) menegaskan kembali pihaknya dalam siaran pers terkait "Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis", tidak pernah menuding siapapun dan pihak manapun. ICW bersikeras selalu menggunakan kata "dugaan" atau "indikasi" dalam pernyataan aktivis dan penelitinya, termasuk siaran pers soal Pemburu Rente Invermectin.
Kuasa Hukum ICW, Julius Ibrani mengatakan, pihaknya sudah berulang kali menjelaskan hasil penelitian ICW tidak menuding pihak tertentu manapun. Terlebih Moeldoko, sebagai pihak mencari keuntungan melalui peredaran Ivermectin. Karena itu bagi ICW, pelaporan atau pengaduan ke pihak kepolisian hak setiap warga negara secara personal/individu.
"Jadi, silakan saja jika Moeldoko ingin meneruskan persoalan ini ke penegak hukum. Namun, kami menyayangkan langkah itu," kata Julius dalam keterangannya, Rabu (1/9).
Sebab, menurut dia, hasil penelitian ICW semata-mata ditujukan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, terlebih di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, ICW memandang, Moeldoko dengan posisinya yang berada di lingkar dalam Istana Negara mestinya bijak dalam menanggapi kritik.
"Bukan justru langsung menempuh jalur hukum tanpa ada argumentasi ilmiah tentang indikasi konflik kepentingan dalam penelitian ICW," imbuhnya.
Baca juga : LSAK: Putusan MK Bantah Sesat Pikir Terkait TWK Pegawai KPK
Sedangkan, ia menekankan, indikasi persoalan Moeldoko sebenarnya tidak hanya terkait dugaan konflik kepentingan dalam peredaran Ivermectin. Patut diingat, menurut ICW, Moeldoko juga sempat membagi-bagikan obat Ivermectin melalui organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang bekerjasama dengan PT Harsen Laboratories di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Maka, menurut dia, atas dasar tindakan itu, muncul satu pertanyaan penting yang harus dijawab Moeldoko juga. "Bukankah membagi-bagikan produk farmasi yang belum jelas uji kliniknya - apalagi secara bebas ke masyarakat - merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 196 UU Kesehatan?” sebutnya.
Maka dari pertanyaan itulah, ICW telah sampaikan dalam tiga surat Jawaban somasi kepada Moeldoko melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan. ICW beralasan, siaran pers yang berjudul “Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis” selalu menggunakan kata “indikasi” dan “dugaan”," katanya.
Julius menilai, Moeldoko justru salah melihat konteks penelitian tersebut. Karena yang digambarkan ICW adalah indikasi konflik kepentingan antara pejabat publik dengan pihak swasta, bukan sebagai personal/individu.
Termasuk, menurut dia, klaim soal tuduhan ekspor beras, yang juga disebutkan Moeldoko, saat konferensi pers kemarin. Ia menilai justru pihak Moeldoko yang terus menerus mendaur ulang isu tersebut.
"Padahal, dalam berbagai kesempatan kami sudah tegas menyampaikan bahwa pernyataan itu adalah mis-informasi, karena yang benar adalah mengirimkan kader HKTI atau petani ke Thailand untuk mengikuti program pelatihan," terang Otto Hasibuan.
Selain itu, lebih lanjut, khusus untuk ekspor beras ini, ICW juga telah meminta maaf atas kekeliruan pernyataan tersebut. Bagi ICW persoalan mis-informasi ini bukan hal utama, sebab, poin krusial yang harus dijelaskan oleh Moeldoko adalah apa motivasinya bertemu atau berkomunikasi dengan Sofia Koswara, lalu meminta izin meminta pengurusan surat izin edar Ivermectin.
"Apa karena kedekatan Sofia Koswara dengan anaknya karena tergabung dalam perusahaan yang sama? Sebagaimana dalam penelitian ICW," terangnya.
Moeldoko bersama tim pengacaranya dari Otto Hasibuan & Associates memang memutuskan akan melaporkan dua aktivis dan peneliti ICW Egi Primayogha dan Miftahul Choir. Hal ini dilakukan Moeldoko bersama tim pengacaranya setelah melakukan somasi ketiga, tanpa ada bukti tuduhan dari keduanya.
Baca juga : Infografis Berapa Gaji Komisioner KPK?
Moeldoko mengatakan, tuduhan pemburu rente kepada dirinya, terkait kasus obat invermectin dan ekspor impor beras, merupakan tuduhan serius. Karena menurut dia, pemburu rente didefinisikan sebagai pencari keuntungan dalam menjalankan kebijakan. Jadi ini tuduhan serius.
"Saya sudah menunjukkan itikad baik, secara sabar saya melakukan somasi tiga kali. Karena itu saya memutuskan untuk melaporkan ke polisi," kata Moeldoko saat konferensi pers bersama tim pengacaranya di Jakarta, Selasa (31/8).