REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Tujuh pesta pernikahan digelar di Afghanistan setelah pasukan Amerika Serikat (AS) secara resmi meninggalkan negara tersebut. Pada Selasa (31/8), suara musik dansa terdengar dari aula pernikahan kelas atas di Kabul.
Seorang manajer Shadab Azimi (26 tahun) mengatakan setidaknya tujuh pesta pernikahan telah digelar sejak Taliban mengambil alih Afghanistan. Namun perayaan pernikahan dipindahkan pada siang hari karena masalah keamanan.
Azimi mengatakan Taliban belum mengumumkan pembatasan pada musik. Namun sebagian besar penyanyi pernikahan membatalkan tawaran untuk tampil di acara resepsi pernikahan karena kehati-hatian. Karena itu, pihak penyelenggara resepsi pernikahan harus menggunakan kaset sebagai hiburan bagi para tamu.
Menurut Azimi, selama acara resepsi pernikahan Taliban tetap melakukan patroli. Bahkan mereka berhenti di area resepsi pernikahan beberapa kali sehari untuk menanyakan apakah pihak penyelenggara resepsi membutuhkan bantuan keamanan.
Azimi menuturkan selama patroli Taliban tidak pernah meminta uang. Lain halnya dengan petugas kepolisian dari pemerintahan Afghanistan yang kerap memalak uang kepada penyelenggara resepsi pernikahan. Kepolisian Afghaniatan yang didukung Barat itu kini telah dibubarkan.
“Mantan pejabat, termasuk polisi, selalu meminta uang kepada kami dan memaksa kami menjamu teman-teman mereka untuk makan siang dan makan malam. Ini adalah salah satu poin positif dari Taliban," ujar Azimi.
Ketika Taliban memerintah Afghanistan dari 1996 hingga 2001, mereka melarang televisi, musik, dan bahkan fotografi. Namun sekarang Taliban belum menunjukkan tanda-tanda akan menerapkan aturan ketat sejak mereka mengambil alih Kabul. Stasiun televisi di Afghanistan masih beroperasi secara normal dan para pejuang Taliban terlihat melakukan swafoto di sekitar Kabul.
Seorang pemilik toko pakaian wanita di pusat kota Kabul, Abdul Waseeq (25 tahun), menjual jeans dan jaket bergaya Barat. Sejak pasukan asing secara resmi meninggalkan Afghanistan, tokonya menjadi sepi dan dia khawatir dengan krisis perbankan.
“Sebagian besar pelanggan kami yang membeli pakaian semacam ini sudah pergi dievakuasi dari Kabul,” kata Waseeq.
Sekolah di Afghanistan telah dibuka kembali untuk anak laki-laki dan perempuan. Pejabat Taliban mengatakan mereka akan belajar secara terpisah. Sementara perempuan Afghanistan, berada di jalan-jalan dengan mengenakan jilbab seperti yang selalu mereka lakukan. Pada masa lalu, Taliban mewajibkan semua perempuan menggunakan burqa jika keluar rumah.
“Saya tidak takut dengan Taliban,” kata seorang siswa kelas lima, Masooda, saat dia pergi ke sekolah pada Selasa.