REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memaparkan sejumlah problematika vaksinasi di Jawa Barat yang menemukan banyak tantangan. Hal itu dia sampaikan dalam video yang diunggah di Youtube berdurasi 9 menit.
Menurut Ridwan Kamil, proses vaksinasi di Jabar tidak akan selesai akhir tahun jika suplai vaksin yang diterima tidak proporsional dengan jumlah penduduk. "Kalau kata Presiden, Jabar harus beres Desember itu membutuhkan kurang lebih 15 juta dosis per bulan," kata Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, dikutip dari Video yang diunggahnya, Rabu (1/8).
"Jadi, jangan bicara kurang atau apa kalau suplainya saja tak sebanyak ini. Problemnya itu bukan di daerah, tapi suplainya belum masuk," ucapnya lagi.
Menurut Emil, kalau berhasil menjamin 15 juta dosis per bulan untuk Jabar, maka targetnya 500 ribu orang disuntik per hari. Emil pun menjelaskan, untuk menciptakan kekebalan komunal, 75 persen dari total 50 juta penduduk Jabar harus divaksin.
Artinya, ada 35 juta jiwa warga Jabar yang menjadi target vaksin. Untuk merealisasikan target itu, Jabar hanya punya waktu empat bulan. Hal itu sesuai arahan Presiden Joko Widodo, vaksinasi harus selesai akhir tahun ini.
"Kita sudah dikasih 18,6 juta dosis. Sudah disuntikan 14,4 juta. Atau 77,4 persen dari yang dikasih. Dosis pertama 25 persen atau 9,4 juta penduduk. Dosis kedua ada 5 juta," katanya.
Dalam urusan kecepatan vaksin, kata Emil, dua bulan lalu Jabar baru bisa menyuntikan 50 ribu dosis vaksin per hari dan meningkat menjadi 235 ribu dosis per hari pada akhir Agustus 2021. Bahkan, dalam acara Gebyar Vaksin 28 Agustus lalu, Jabar bisa menyerap 420 ribu dosis vaksin per hari.
"Nah alhamdulillah dua bulan lalu kita masih 50 ribu dosis per hari. Kemarin akhir Agustus kemarin rata-rata 235 ribu per hari. Dan kita testing tanggal 28 Agustus kita bisa 420 ribu," katanya.
Namun, kata dia, banyak kendala yang dihadapi daerah di Jabar. Salah satunya terkait distribusi vaksin yang belum proporsional tersebut, untuk mendorong target vaksinasi tuntas akhir tahun.
Emil mengatakan, sesuai perhitungan Jabar perlu 15 juta dosis per bulan agar 37 juta warga Jabar bisa divaksin hingga akhir tahun.
"Problem utamanya, suplai (vaksin) ke kami tidak proporsional. Ada provinsi yang penduduknya sedikit tapi vaksinnya banyak. Ada provinsi besar seperti Jabar vaksinnya sedikit yang ngasihnya. Maka kalau dipersentasekan masih jauh, padahal jumlah vaksinnya saja sedikit," papar Emil.
"Jadi, kalau Desember mau beres tolong suplai ke jabar tidak kurang 15 juta dosis per bulan," imbuhnya.
Masalah lainnya, kata Emil, teritorial wilayah Jabar menentukan kecepatan vaksinasi. Hal itu sebanding dengan dukungan infrastruktur khususnya pelayanan kesehatan. Saat ini, Jabar hanya memiliki sekitar 1.000 puskesmas di 27 kota kabupaten.
Teritorial di Jabar itu, kata dia, beragam. Jadi tak bisa dibandingkan dengan yang homogen. Jabar itu ada kota dan kabupaten pedalaman pelosok yang jangkauannya susah secara mobilitas.
"Infrastruktur juga terbatas dan tidak merata. Jumlah Puskesmas kita hanya 1.000-an padahal standar WHO 5.000-an," katanya.
Masalah lainnya, kata dia, Jabar sebagai daerah otonom tak punya kuasa besar dalam menentukan kuota vaksin per daerah. Hal itu menciptakan kendala dalam penyerapan vaksin di daerah.
Pada saat suplai vaksin tak menentu, kata dia, urutannya itu pemerintah pusat memberikan kuota kepada kota kabupaten angkanya sudah dikunci. Kemudian provinsi ditugaskan mengirimkan. "Jadi memang tugas provinsi ini dalam pandangan saya kurang maksimal karena yang ngatur kuota kota kabupaten itu dari pusat," katanya.