REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Paus Fransiskus mengkritik keterlibatan Barat di Afghanistan setelah Amerika Serikat (AS) menarik seluruh pasukannya dari negara tersebut. Dia memperingatkan, tidak boleh ada pemaksaan penerapan nilai, termasuk demokrasi, terhadap Afghanistan.
“Adalah perlu untuk menghentikan kebijakan yang tidak bertanggung jawab dalam menegakkan nilai-nilainya sendiri pada orang lain dan upaya membangun demokrasi di negara lain berdasarkan model luar tanpa memperhitungkan masalah sejarah, etnis, dan agama serta sepenuhnya mengabaikan tradisi orang lain,” kata Paus Fransiskus saat ditanya tentang peta politik baru di Afghanistan pasca-penarikan pasukan AS dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio Spain’s Cadena COPE, Rabu (1/9).
Paus Fransiskus menilai, semua kemungkinan tidak diperhitungkan dalam kepergian sekutu Barat dari Afghanistan. “Saya tidak tahu apakah akan ada revisi (tentang apa yang terjadi selama penarikan), tapi ada banyak penipuan dari otoritas baru (Afghanistan), entah itu atau terlalu banyak kecerdikan. Kalau tidak, saya tidak mengerti,” ucapnya.
Paus Fransiskus menyerukan umat Kristiani di seluruh dunia untuk mengirimkan doa untuk Afghanistan. Kelompok Taliban bersukacita setelah AS tuntas menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada Senin (30/8) tengah malam. Menurutnya, itu merupakan kemenangan bagi rakyat di negara tersebut.
Kendati telah hengkang, Taliban, selaku pihak yang mengendalikan Afghanistan saat ini, tetap ingin menjalin hubungan baik dengan AS. “Imarah Islam menginginkan hubungan baik dan diplomatik dengan Amerika,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, pada Selasa (31/8). Imarah Islam adalah nama yang digunakan Taliban untuk merujuk pada pemerintahannya di Afghanistan.