REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan kehadiran Amerika Serikat (AS) selama 20 tahun di Afghanistan hanya membawa tragedi. Pada Selasa (31/8) kemarin Departemen Pertahanan AS mengkonfirmasi pasukan AS resmi mundur dari Afghanistan.
"Selama 20 tahun, pasukan Amerika berada di Afghanistan dan selama 20 tahun mereka mencoba, tidak bisa mengatakan hal ini tanpa menyinggung siapa pun, membudayakan masyarakat yang tinggal di sana, memperkenalkan norma dan standar hidup dalam arti yang luas, termasuk ke organisasi politik masyarakat," kata Putin seperti dikutip Sputnik, Rabu (1/9).
Hal ini ia katakan saat bertemu dengan siswa-siswi dari sekolah All-Russian Children's Centre 'Ocean' di Vladivostok. Pasukan AS resmi mundur dari Afghanistan saat pesawat terakhir Boeing C-17 Globemaster lepas landas dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul.
"Hasilnya nol bila tidak bisa mengatakan semuanya berubah menjadi negatif," tambahnya.
Presiden Rusia itu menambahkan bila ingin memiliki hubungan dengan orang lain, maka harus menghormati sejarah, budaya dan filosofi hidup orang-orang itu dalam arti seluas mungkin. Selain itu juga menghormat tradisi mereka.
Putin menekankan 'hampir tidak mungkin menerapkan semuanya dari luar. "Bila seseorang ingin matang lebih cepat dan lebih baik maka anda harus membantunya."
Ia menjelaskan bantuan harus dilakukan dengan cara yang 'berbudaya, hati-hati dan perlahan-lahan'. Dalam kesimpulannya ia menekankan tanpa mencapai faktor-faktor tadi, termasuk faktor historis, hampir tidak mungkin mencapai hal yang positif.
Pidatonya disampaikan saat Pentagon resmi mengakhiri misi militer AS di Afghanistan. Saat pesawat terakhir pasukan AS maka bandara Kabul sepenuhnya dikuasai Taliban.
Kelompok tersebut mendeklarasikan Afghanistan sebagai 'negara yang merdeka dan berdaulat'. Mereka menggambarkan perginya pasukan AS sebagai 'momen bersejarah.'
Pada 15 Agustus lalu Taliban merebut kekuasaan dari pemerintah Afghanistan. Sejak itu negara-negara Barat mengevakuasi warga negaranya dan warga Afghanistan yang terancam bahaya di bawah pemerintahan Taliban.