Rabu 01 Sep 2021 18:14 WIB

Komisi X: Pembubaran BSNP Terburu-buru dan Bisa Bermasalah

Keputusan tersebut bisa berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (bermasker putih).
Foto: Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (bermasker putih).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi X Syaiful Huda menilai, keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terburu-buru. Keputusan tersebut bisa berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. 

“Kami menilai keputusan untuk membubarkan BSNP ini terlalu terburu-buru. Ada banyak persoalan yang perlu di-clear-kan baik dari sisi regulasi, fungsi, hingga unsur akomodasi sebelum BSNP diputuskan untuk dibubarkan,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Rabu (1/9).

Huda mengatakan, menilik UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), BSNP merupakan penerjemahan dari Pasal 35 ayat 3. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. 

“Berangkat dari pasal itulah kemudian dibentuk BSNP, jadi secara tidak langsung BSNP ini merupakan amanat dari UU Sisdiknas,” katanya. 

Eksistensi BSNP, kata Huda, tidak lepas dari upaya mendorong penyelenggaraan pendidikan, baik di level usia dini, dasar, menengah, dan tinggi agar memenuhi standar pendidikan nasional. Standar tersebut meliputi pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, hingga kompetensi lulusan. 

Nah ini kan aneh, jika badan atau lembaga yang diideasikan menjadi 'wasit' untuk menilai apakah penyelenggara pendidikan sudah memenuhi standar pendidikan nasional atau belum, tapi berada di bawah kendali penyelenggara pendidikan itu sendiri,” katanya.

Politikus PKB ini mengungkapkan Komisi X DPR RI pada tahun 2017 pernah membentuk Panja Standar Nasional DIKTI dan tahun 2018 pernah membentuk Panja Standar Nasional Dikdasmen. Dalam panja-panja tersebut, BSNP sering memberikan masukan dan saran agar Kemendikbud dapat memenuhi SNP, namun Kemendikbud tidak memenuhinya. 

“Di antara standar yang saat ini belum terpenuhi dan paling krusial yaitu Standar Sarpras serta Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,” katanya. 

Huda mengingatkan Peraturan Pemerintah (PP) 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjadi dasar hukum pembubaran BSNP masih bermasalah. Peraturan pemerintah tersebut sempat diprotes publik karena dinilai menghilangkan mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia. 

“Saat itu Mendikbud Nadiem Makarim sempat memberikan pernyataan publik jika akan segera mendorong revisi terbatas terhadap peraturan tersebut. Namun saat ini kita belum mendengar atau melihat konten revisi tersebut, tetapi tiba-tiba digunakan sebagai dasar pembubaran BSNP,” katanya.

Selain itu, lanjut Huda, eksistensi BNSP juga bagian representasi dari keterlibatan unsur masyarakat dalam mengawal kualitas penyelenggaraan pendidikan. Jika unsur ini kemudian dihilangkan maka akan membuat rumusan kebijakan pendidikan menjadi ruang sunyi bagi suara-suara dari para perintis dan aktivis Pendidikan. 

“Saya sepakat dengan pandangan Prof Azmuradi Azra jika pembubaran BNSP akan kian membuat kian tersentralisasi dan birokratisasi pendidikan nasional,” pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement